Sunday 7 June 2015

makalah sikap



Makalah


SIKAP


 

  



OLEH :
F1B314012



PROGRAM STUDI TEKNIK TAMBANG KONS REKAYASA SOSIAL TAMBANG
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015





KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen yang telah memberikan bimbingannya kepada kami dan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan. Oleh karena itu kami mengharapkan sumbangan pikiran, saran, dan kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga dengan makalah yang sederhana ini dapat memenuhi harapan kita semua dan memberikan manfaat bagi pembaca, sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan. Terima kasih.



                                                                                          Kendari , 29 Mei 2015


                                                                                          Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1          PENDAHULUAN
                        1.1       Latar Belakang
                        1.2`      Rumusan Masalah
                        1.3       Tujuan
BAB II         PEMBAHASAN
                        2.1       Pengertian Sikap
                        2.2       Domain Sikap
                        2.3       Kesesuaian antara sikap dan perilaku
                        2.4       meningkatkan prakiraan perilaku dari sikap
                        2.5       pengukuran sikap                                                                                
BAB III       PENUTUP
                        3.1       Kesimpulan
                        3.2       Saran
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
               Kehidupan kita sehari-hari dipenuhi oleh sikap, baik sikap kita terhadap diri kita maupun sikap kita terhadap orang lain. Hal yang dapat dimanfaatkan pengalaman kita sehari-hari sebagai dasar untuk menilai sikap kita.
Pada awalnya, istilah sikap di gunakan untuk menunjuk status mental seseorang. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari individu, selalu di arahkan terhadap suatu hal atau objek tertentu dan sifatnya tertutup. Oleh sebab itu, manifestasi sikap tidak dapat langsung di lihat, namun hanya dapat di tafsirkan dari tingkah laku yang tertutup tersebut. Di samping sikap yang bersifat tertutup, sikap juga bersifat sosial, dalam arti bahwa kita hendaknya dapat beradaptasi dengan orang lain. Sikap menuntun tingkah laku kita sehingga kita akan bertindak sesuai dengan sikap yang kita ekspresikan. Kesadaran individu untuk menentukan tingkah laku nyata dan tingkah laku yang mungkin terjadi itulah yang di namakan sikap.
Individu memiliki sikap terhadap bermacam – macam objek, seperti benda, orang, peristiwa, pemandangan, norma, nilai, lembaga, dan sebagainya. Misalnya, sikap positif seorang pasien terhadap perawat yang memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu adalah menaati segala nasihat dari perawat tersebut.  Sifat individu dan sebagian besar masyarakat membenci tindakan kekerasan yang akhir – akhir ini sering terjadi di masyarakat.
Secara nyata, sikap menunjukkan adanya kesesuaian antar reaksi dan stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap masih merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, namun merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan  di buatnya makalah ini dapat di lihat sebagai berikut :
*      Apa Pengertian Sikap ?
*      Domain sikap Sikap ?
*      kesesuaian antara sikap dan perilaku ?
*      Meningkatkan prakiraan sikap dan perilaku ?
*      Pengukuran  Sikap ?

1.3 Tujuan
       Tujuan di buatnya makalah inidapat dilihat sebagai berikut :
*         Untuk Memberikan Wawasan Tentang Sikap Kepada Pembaca
*         Untuk Mengetahui Pengertian Sikap
*         Untuk Mengetahui Domain Sikap
*         Untuk Mengetahui kesesuaian antara sikap dan perilaku
*         Untuk meningkatkan prakiraan sikap dan perilaku
*       Untuk Mengetahui pengukuran  Sikap





















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sikap
Pengertian Sikap Secara umum adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan. perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak.
Dalam pengertian yang lain, sikap adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi. Sikap yang terdapat pada diri individu akan memberi warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang bersangkutan. Dengan memahami atau mengetahui sikap individu, dapat diperkirakan respons ataupun perilaku yang akan diambil oleh individu yang bersangkutan.
Sikap dapat juga diartikan sebagai pikiran dan perasaan yang mendorong kita bertingkah laku ketika kita menyukai atau tidak menyukai sesuatu.

            Sikap yang diperlihatkan secara reflek akan tercermin tergantung suasana hati kita pada saat itu kepada orang lain. Bila pada saat itu mengalami hal-hal yang  baik, seperti suatu keberhasilan, maka akan terpencar sikap positif, begitu pula pada saat sedang mengalami hal-hal buruk sikap yang diperlihatkan sering kali negatif.
*      Sikap (Attitude) adalah :
o   Cara anda melihat sesuatu secara mental yang mengarah pada perilaku yang ditujukan pada orang lain, ide, objek, dan kelompok tertentu.
o   Cara orang mengkomunikasikan suasana hati kepeda orang lain dan juga merupakan cerminan jiwa, cara kita melihat sesuatu secara mental.
* Sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu :
a)      Keyakinan (Aspek Kognitif)
Komponen yang berisikan apa yang diyakini dan apa yang dipirkan orang menngenai suatu objek sikap. Apa yang dipikirkan dan diyakini tersebut belum tentu benar aspek keyakinan yang positif akan menumbuhkan sikap positif, sedangkan aspek negatif akan menumbuhkan sikap negatif terhadap objek sikap.
b)      Perasaan ( Aspek Afekif )
Perasaan senang atau tidak senang adalah komponen yang penting dalam pembentukan sikap. Menurut para ahli mengatakan, bahwa sikap itu semata-mata reflesi dari perasaan senang atau perasaan tidak senang terhadap objek sikap.
c)      Perilaku ( Aspek konotatif )
Bila orang menyenangi sesuatu objek, maka ada kecenderungan orang akan mendekati objek tersebut dan sebaliknya.
      Sedangkan Sikap menurut para Ahli dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000)
   mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to   react) secara positif  (ravorably) atau secara negatif (untavorably) terhadap obyek – obyek tertentu.
2.      D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999)
               berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional , emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.
3.      La Pierre (dalam Azwar, 2003)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku , tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
4.      Soetarno (1994)
sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
5.      Menunit G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218)
sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak.
6.      Tri Rusmi Widayatun
memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.
7.      Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 )
mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
Ø  sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
Ø  sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan,mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
Ø  sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
Ø   sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Ø  sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
8.      Sri Utami Rahayuningsih (2008) Sikap (Attitude) adalah
Ø  Berorientasi kepada respon : : sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada suatu objek.
Ø  Berorientasi kepada kesiapan respon : sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.
Ø  Berorientasi kepada skema triadic : sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.
Ø  Thurstone memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang posistif, yaitu yang afeksi senang, sedangkan afeksi negative adalah afeksi yang tidak menyenangkan.
Ø  Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seeorang mengenai objek atau situasi yang relative ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

2.2  Domain Sikap
1. Pengertian Domain Sikap
           Yaitu komponen konatif (kecenderungan berperilaku) dapat diketahui melalui respons subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respons yang dimaksud dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap.
              Intensi merupkan predisposisi atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek sikap. Jika orang mengenali dan memiliki pengetahuan yang luas tentang objek sikap yang disertai dengan perasaan positif mengenai kognisisnya, maka ia akan cenderung mendekati (approach) objek sikap tersebut,
misalnya dengan memperlihatkan dukungan, memberi bantuan, dan menjadi tim sukses bagi tokoh partai yang disukainya. Sebaliknya, bila orang memiliki anggapan, pengetahuan, dan keyakinan negatif yang disertai dengan perasaan tidak senang terhadap objek sikap, maka ia cenderung “menjauhinya”. Artinya ia akan menentang, menolak, dan menghindar dari objek tersebut. Apabila orang beranggapan negativ terhadap ideologi suatu partai politik serta merasa tidak senang dengan perilaku pimpinan dan anggota partai tersebut, ia akan menghindari kampanye yang dilakukan partai tersebut dan tidak ingin terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan partai tersebut.
 Dalam contoh yang kedua  ada dua macam sikap terhadap uang pemberian Bapak Dulkoming (objek sikap). Yang pertama adalah sikap yang positif (Bapak Kepala Sekolah, Pak Darwis dan Bu Lastri) dan yang kedua adalah sikap negatif (Fat dan Noel). Kedua macam sikap itu didasarkan oleh pengetahuan dan kepercayaan (domain atau bagian kognitif) yang berbeda, sehingga menimbulkan perasaan afektif) dan kecenderungan bertingkah laku  konatif) yang berbeda pula. Pak Kepala Sekolah dan kawan-kawan yakin bahwa pemberian itu bukan suap melainkan sekadar ucapan terima kasih dan masalah pergaulan serta sopan santun. Karena itu, mereka senang saja menerima uang itu dan akhirnya mereka mau menerima uang itu. Sebaliknya, menurut Fat dan suaminya, uang itu adalah suap, melanggar aturan, dan melanggar agama. Karena itu, perasaan yang timbul adalah tidak senang, gelisah, dan mereka tidak mau menerima uang tersebut.
Jadi, sikap itu mengandung 3 bagian (domain). Ketiga sikap itu adalah kognitif, afektif, dan konatif (Allport, 1954a; Hilgard, 1980; McGuire, 1969; Ajzen, 1988). Myers (1996) memberikan istilah yang lebih mudah diingat, yaitu (perasaan), Behavior(perilaku), dan Cognitive(kesadaran) yang disingkat: ABC. Karena ketiga domain itu saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan perilaku dari sikap yang dampaknya besar sekali dalam penerapan psikologi, karena dapat dimanfaatkan baik dalam hubungan antarpribadi, dalam konseling maupun hubungan antarkelompok.
Namun, dalam kenyataan tidak selalu suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut. Pak Kepala Sekolahdanteman-temannyamemangberperilaku (menerima uang) yang sesuai dengan sikapnya (positif). Akan tetapi, Fat dan Noel, akhirnya menerima uang itu juga walaupun tidak sesuai dengan sikapnya (negatif). Dalam contoh sehari-hari sering kita alami ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku seperti itu. Orang yang suka sekali makan nasi goreng (sikap positif) pada saat-saat tertentu tidak mau makan nasi goreng (misalnya, sudah kenyang, karena terlalu mahal, teman-temannya lebih menyukai makanan lain dan sebagainya). Sebaliknya, orang yang sudah sangat malas ke sekolah (sikap negatif) tetap saja bersekolah terus (karena disuruh orangtua, tidak tahu apa yang harus dilakukan kalau tidak sekolah, diancam guru, dan sebagainya).
Menurut Triandis (1982), ketidaksesuaian antara perilaku dan sikap disebabkan karena ada 40 faktor (selain sikap) yang terpisah-pisah yang mempengaruhi perilaku. Karena itu, para pakar psikologi sosial mulai menyelidiki sampai seberapa jauh sikap dapat meramalkan perilaku
Ketiga komponen sikap tersebut saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan perilaku dari sikap yang dampaknya besar sekali dalam penerapan psikologi, karena dapat dimanfaatkan baik dalam hubungan antarpribadi dalam konseling, maupun hubungan antar kelompok.
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya. Oleh karena itu menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Pada akhirnya, rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Akan tetapi, di dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru dengan mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan (practice) seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan atau sikap..

2.3 Kesesuaian Antara Sikap dan Perilaku
   Menurut Triandis(1982), ketidaksesuaian antara perilku dan sikap disebabkan karena 40faktor (selain sikap) yang terpisah-pisahyang mempengaruhi perilaku. Temuan ini tidaklah baru karena adanya ke tidaksesuaiian antara sikap dan perilaku sudah diketahui para pakar sejak lama.
1.      Sikap sesuai dengan perilaku
1. perilakuyang spesifik
2. potensi sikap
3. penonjolan sikap
2.      Perilaku dapat mempengaruhi sikap
a.       Metode foot-in-the door Effect Salah satu metode terkenal bagaimana perilaku dapat mempengaruhi sikap adalah yang di kenal sebagai The foot-in-the door Effect. Studi tentang pengaruh interpersonal telah menjelaskan bahwa manusia lebih cenderung untuk menyetujui atau menerima permintaan yang besar jika sebelumnya mereka telah setuju pada permintaanyang besar jika sebelumnya mereka telah setuju pada permintaan yang lebih kecil dan berhubungan. Kecenderungan ini , the foot-in-the door Effect , terjadi karena kesepakatan pertama (perilaku) berujung pada pembentukan sikap yang lebih bisa di terima, yang nantinya meningkatkan kesesuaian dengan permintaan kedua.
b.      Metode The Low-ball Technique Salah satu turunan teknik the foot in the door adalah the low ball technique(tehnik bola pendek). Tehnik ini merupakan salah satu strategi persuasive yang sering digunakan seorang penjual. Tehnik ini sering di pakai oleh para dealer mobil.
3.    Komunikasi persuasif
              komponen komunikasi persuasive yang mempengaruhi sikap:
1. SUMBER
      Terdapat tiga macam daya tarik yang membuat seseorang cenderung disukai dan lebih persuasive, yaitu sebagai berikut.:
*              Penampilan fisik
*              Power ( kekuasaan)
*              Kesamaan dengan penerima pesan
2. PESAN
a. Posisi
1) Penerimaan dan penolakan.
2) Kredibilitas dan perbedaan (credibility and Discrepancy).
b. Isi pesan
1) kesederhadaan
2) daya tarik emosional
3) kepentingan pribadi
4) penyajian
Ada beberapa dampak dari penyajian pesan, yaitu sebagai berikut.:
a) Primacy and recency effect
b) The Sleeper Effect
c) Keseimbangan.
c. Channel/saluran
1. media massa
2. kontak personal
3. two step communication (komunikasi dua tahap).   



3. AUDIENCE
a. attention (perhatian)
b. karaktersitik personal
Beberapa hal dari karakteristik pribadi yang mempengaruhi individu dalam menerima pesan, yaitu sebagai berikut:
-  Umur
-  Kebutuhan
4. EFEK SITUASIONAL
    a. proses yang mempengaruhi sikap
1. Messege density (kerapatan pesan)
2. Repetisi (penglangan)
3. Distraction(gangguan /pengalihperhatian)
          b. teori-teori perubahan sikap
1. The elaboration-likelihood model
- Sentral processing(pemrosesan pada hal inti atau pusat)
- Peripheral processing (pemrosessan pada hal pinggir)
2. Self-justification
- dissonance reduction
­- the power of commitment
     Sikap yang dilakukan oleh setiap individu sangatlah berpengaruh terhadap perilaku individu. Pengaruh tersebut terletak pada individu sendiri terhadap respon yang ditangkap ,kecenderungan individu untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh berbagai faktor bawaan dan lingkungan sehingga menimbulkan tingkah laku.
     Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku sudah diketahui sejak lama yaitu bahwa kecurangan dalam hubungan dengan situasi tertentu dan belum tentu berkorelasi dengan kecendrungan dalam hubungan dengan situasi yang lain. Misalnya membuang sampah juga diketahui bahwa sikap terhadap membuang sampah dikalangan sejumlah responden dijakarta berkorelasi positif dengan taraf pendidikan yaitu makin tinggi tingkat pendidikan maka makin positif sikap pada membuang sampah secara benar.
4.    Terbentuknya sikap
          Sikap sering kali diperoleh dari orang lain melalui proses pembelajaran     sosial. Pembentukan sikap seseorang dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
*              Classical Conditioning.
       Bentuk dasar pembelajaran dimana satu stimulus, yang awalnya netral, menjadi memiliki kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui pemasangan yang berulangkali dengan stimulus lain. dengan kata lain stimulus menjadi sebuah tanda bagi kehadiran atau terjadinya stimulus yang lain. sebagai contoh seorang anak kecil melihat ibunya bermuka masam dan menunjukkan tanda-tanda tidak suka setia kali ibunya menghadapi seseorang dari suku bangsa tertentu. Awalnya anak tersebut bersikap netral terhadap anggota suku bangsa tersebut dan karakteristik fisiknya. Setelah karakteristik ini dipasangkan dengan reaksi emosional negatif ibu beberapa kali, terjadilah classical conditioning, sehingga anak menjadi bereaksi gatif terhadap stimulus dari kelompok suku bangsa tersebut.
*     Instrumental Conditioning.
Bentuk dasar dari pembelajaran dimana respons yang  menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negatif diperkuat. Tingkah laku yang diikuti hasil positif (seperti pemberian hadiah) akan membentuk penguatan, hasil positif diperkuat dan cenderung akan diulangi. Sebaliknya, tingkah laku yang diikuti hasil negatif (seperti hukuman) akan semakin lemah dan berkurang.
*      Pembelajaran  dari Observasi.
              Salah satu bentuk dasar belajar dimana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain. berbicara mengenai pembentukan sikap, pembelajaran melalui observasi memainkan peran yang penting. Dalam banyak kasus, anak mendengar orang tua mereka mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak mereka dengar,atau memperhatikan orang tua mereka saat melakukan sesuatu yang dilarang oleh orang tua untuk dilakukan oleh seorang anak.
*     Perbandingan Sosial.
 Proses dimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menetukan apakah pandangan kita terhadadap kenyataan sosial betul atau salah. Dalam banyak kasus, sikap terbentuk dari informasi sosial yang berasal dari orang lain(apa yang kita lihat mereka katakana atau lakukan), dan keinginan kita sendiri untuk menjadikan serupa dengan orang yang kita sukai atau hormati.
*        Faktor Genetik.
  Penelitian yang dilakukan terhadap kembar identik menunjukkan bahwa sikap juga dipengaruhi oleh faktor genetik, walaupun besarnya pengaruh tersebut bervariasi untuk sikap yang berbeda. Sikap dari kembar identik yang dipisahkan di awal kehidupanya berkorelasi lebih tinggi daripada kembar nonidentik atau orang lain yang tidak memiliki hubungan keluarga. Penemuan ini menunjukkan bukti bahwa pandangan yang menyatakan sikap dipengaruhi oleh faktor oleh faktor genetic adalah benar dalam batas-batas tertentu. Sebagian orang berpendapat bahwa ada faktor-faktor genetik yang berpengaruh pada terbentuknya sikap. Terbentuk sikap dari pengalaman, melalui proses belajar. Pasangan ini mempunyai dampak terapan yaitu bahwa berdasarkan pandangan ini dapat disusun berbagai upaya untuk mengubah sikap seseorang.

Pengubahan seseorang atau masyarakat dan sika tertentu kesikap lainnya terhadap suatu objek. Perubahan sikap ini akan mengubah pula perilaku sehingga terjadi perilku-perilaku yang lebih sesuai dengan yang diharapkan. Proses belajar tersebut dapat terjadi melalui proses kondisioning atau melalui proses belajar sosial atau karena pengalaman, dan proses belajar Bandura yaitu melalui peniruan dari perilaku metode proses belajar.
2.4  Meningkatkan Prakiraan perilaku dari Sikap
        Hubungan antara sikap dan perilaku timbul dari berbagai kritik. Upaya untuk meramalkan atau memprakirakan perilaku tetap saja dianggap penting dalam psikologi sosial, karena lebih efisien daripada harus melakukan pengamatan langsung di lapangan. Misalnya, meramalkan atau memprakirakan perilaku dalam hal keluarga berencana. Belum tentu dapat meramalkan apakah seseorang akan memakai kontrasepsi, tetapi sikap terhadap kontrasepsi dapat meramalkan pemakaian kontrasepsi (Morrison).
   Walaupun timbul berbagai kritik tentang sikap dan hubungannya dengan perilaku, upaya untuk meramalkan atau memprakirakan perilaku tetap saja dianggap penting dalam psikologi sosial, karena lebih efisien daripada harus melakukan pengamatan langsung di lapangan. Karena itu, beberapa pakar berusaha untuk mengembangkan teori dan metode untuk meningkatkan day a prakiraan dari sikap tersebut.
  Fishbein dan Ajzen (1974) mengatakan bahwa sikap yang umum, misalnya terhadap agama, memang tidak dapat meramalkan apakah seseorang akan ke gereja pada suatu hari Minggu, Dapat saja ia tidak datang karena berbagai alasan (hujan, sakit, ketiduran, tidak ada kendaraan dan sebagainya). Akan tetapi, sikap umum terhadap agama ini dapat meramalkan seberapa sering seseorang itu akan ke gereja dalam suatu kurun waktu tertentu. Makin positif sikapnya, makin sering ia ke gereja. Demikian pula. orang yang pada suatu waktu tidak mau makan nasi goreng, jika sikapnya positif (suka), pada kesempatan lain ia akan lebih sering memilih nasi goreng daripada makanan yang lain. Dengan demiktan, kata Fishbein dan Ajzen, kita tidak dapat melihat sikap dari satu perilaku atau peristiwa saja, melainkan kita harus melihatnya dari rata-rata timbulnya perilaku tersebut pada peristiwa-peristiwa sejenis dalam satu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, juga dalam contoh kasus di awal bab ini, kita tidak dapat menyimpulkan sikap Fat dan Noel hanya karena akhirnya ia menerima uang tersebut
 Selain itu, Fishbein (1974) dan Ajzen (1982) mengatakanbahwa sulit untuk mengukur sikap yang umum, padahal perilakunya khusus. Sebaliknya, sulit untuk meprakirakan perilaku yang khusus dari sikap yang umum. Misalnya, sikap yang negatif terhadap orang Cina di kalangan pemilik hotel, restoran, dan tempat-tempat umum dalam percobaan La Piere, tidak bisa untuk memprakirakan perilaku menerima tamu Cina pada saat tamu Cina itu datang ditemani oleh La Piere yang berkulit putih. Dalam contoh lain, sikap yang positif terhadap kesehatan tidak dapat untuk memprakirakan kebiasaan joging atau diet.
  Di pihak lain, sikap terhadap suatu hal yang khusus dapat meramalkan atau memprakirakan perilaku dalam hal yang khusus itu pula. Misalnya, sikap terhadap keluarga berencana belum tentu dapat meramalkan apakah seseorang akan memakai kontrasepsi, tetapi sikap terhadap kontrasepsi dapatmeramalkan pemakaian kontrasepsi (Morrison, 1989). Demikian pula sikap terhadap daur ulang (bukan sikap terhadap kebersihan) dapat meramalkan perilaku daur ulang (Oskamp, 1991).
   Selanjutnya, ditemukan pula bahwa sikap dapat menentukan perilaku jika ia muncul atau dimunculkan dalam kesadaran seseorang. Dalam kebanyakan peristiwa memang kita tidak terlalu peduli kepada sikap kita sendiri. Misalnya, kalau seorang istri bertanya kepada suaminya, “Bang, bagaimana selendangku, sudah cocok dengan kebayaku atau tidak?”, sang suami akan menjawab saja, “Sudah” agar mereka dapat segera berangkat ke resepsi perkawinan (walaupun mungkin suami itu kurang suka dengan selendang istrinya). Atau, ketika Anda sedang asyik mengobrol dengan teman-teman di restoran, tiba-tiba datang pelayan dan menanyakan, “Bagaimana makanannya, enak?”, maka Anda jawab saja, “Oh, enak sekali”, agar Anda bisa segera melanjutkan obrolan Anda (walaupun sesungguhnya Anda kurang menyetujui makanan itu). Perilaku seperti ini sering diperbuat orang karena dapat menghemat energi dan efisien. Namun, kalau sikap itu sempat dimunculkan dalam kesadaran, perilaku orang akan berbeda.
    Untuk membuktikan hal itu, Snyder & Swann (1976) mengadakan penelitian dengan 120 mahasiswa Universitas Minnesota. Mereka diminta untuk menjadi “juri” dalam suatu kasus diskriminasi ual. Sebagian diminta langsung memberi pendapatnya setelah membaca kasus itu, sedangkan sebagian yang lain diberi waktu beberapa menit untuk mengorganisir sikapnya sebelum memberikan jawaban. Ternyata yang diberi waktu memberi jawaban yang lebih konsisten dengan sikapnya daripada yang tidak diberi waktu.
   Sebuah eksperimen lain dilakukan oleh Diener & Wallborn (1976). Sejumlah mahasiswa diminta pendapatnya tentang menyontek. Semuanya mengatakan bahwa menyontek itu jelek (sikap negatif). Kemudian, mereka diminta mengerjakan sebuah tes (seolah-olah tes IQ), kemudian ditinggalkan begitu saja (tidak diawasi, tetapi tetap diamati), ternyata 71% menyontek. Akan tetapi, ketika mereka diminta untuk mengerjakan tes lagi di sebuah ruangan yang dipasangi cermin-cermin di dindingnya (sehingga mereka dapat melihat bayangan mereka sendiri), yang menyontek tinggal 7%.
    Lebih kukuhnya hubungan antara sikap dan perilaku dipengaruhi oleh bagaimana caranya sikap itu masuk ke dalam kesadaran.  Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Regan & Fazio (1977) terhadap sejumlah mahasiswa tahun pertama di Universitas Cornell didapatkan bahwa semua mahasiswa yang tinggal dipemukiman mahasiswa mengeluh tentang kondisi tempat tinggal yang jelek, pelayanan yang tidak memuaskan, dan sebagainya. Akan tetapi, ketika diminta untuk melakukan tindakan nyata seperti menandatangani petisi, menyebarkan petisi atau ikut demonstrasi, hanya mahasiswa yang tinggal di asrama-asrama yang sungguhsungguh buruk kondisinya yang mau ikut terlibat, sementara mahasiswa yang ditempatkan di tempat tinggal yang lebih baik tidak mau melibatkan diri.
 
2.5 Pengukuran Sikap
Salah-satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah  masalah pengungkapan (assement) atau pengukuran (measurement) sikap.
Adapun karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitasnya. Penjelasannya sebagai berikut:
*      Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu seseorang sebagai objek.
*      Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.
*      Sikap mempunyai keluasaan,maksudnya kesetujuan atu ketidaksetujuan terhadap suatu obyek sikap dapat mengenai hanya yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat mencakup banyak sekali aspek yang ada dalam obyek sikap.
*      Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap tersebut.
*      Sikap yang memiliki spontanitas, artinya menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan.
Mengukur suatu sikap bukanlah suatu pekejaan yang mudah. Seperti yang telah dipaparkan, salah satu kesulitan dalam mempelajari psikologi adalah karena objek yang dipelajari itu tidak menampak, tidak dapat langsung dilihat, tidak dapat langsung dipegang, yang dapat diamati adalah manifestasi dari kehidupan psikis, hal yang demikian dihadapi pula dalam sikap.
Orang dapat mengukur sesuatu dengan alat ukur yang telah ditetapkan standarnya, jadi telah adanya standar atau patokan tertentu mengenai alat ukur tersebut. Misal pengukuran panjang sesuatu benda dengan menggunakan alat meteran. Kalau seseorang mengukur sebuah benda – misal  – meja hasilnya satu meter, maka orang lain bila mengukur meja tersebut dengan meteran, hasilnya juga satu meter.
Dari contoh tersebut, dapat dikemukakan bahwa dalam mengukur sesuatu, orang dapat mengukur dengan alat ukur yang belum distandarisasi, tetapi juga dapat mengukur dengan alat yang telah distandarisasi. Pengukuran dengan alat ukur yang belum ditsandarisasi hasilnya akan mengalami variasi, hasil pengukuran seseorang mungkin akan berbeda dengan hasil pengukuran orang lain. Tetapi sebaliknya bila orang menggunakan alat ukur yang telah distandarisasi, hasil pengukuran yang dicapai akan sama. Karena itu dalam pengukuran sesuatu, agar menunjukkan hasil yang baik, perlu digunakan alat ukur yang telah distandarisasi. Demikian pula dalam hal mengukur sikap, untuk mendapatkan hasil yang baik perlu digunakan alat yang telah dibakukan atau telah distandarisasi.
1. Variasi hasil pengukuran
Variasi hasil pengukuran tidak hanya ditimbulkan karena alat ukur yang digunakan, tetapi juga dapat bersumber pada faktor-faktor lain, yaitu:
a.       Keadaan objek yang diukur
                Merupakan hal yang ideal bila hasil pengukuran yang diperoleh itu benar-benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari objek yang diukur. Dalam ilmu sosial – demikan pula dalam ilmu psikologi – dapat dikatakan bahwa belum terdapat alat ukur yang dapat dengan sempurna mengungkap atau mengukur secara murni hanya kepada apa yang ingin diukur semata-mata, sedangkan faktor lain tidak turut terungkap dengannya. Karena itu koefisian validitas alat-alat ukur gejala-gejala sosial (termasuk di dalamnya psikologi), hampir tidak ada yang mencapai r setinggi +1,000. Dengan validitas sebesar +1,000 ini berarti alat ukur telah mengukur faktor atau faktor-faktor yang akan diukur semata-mata (Hadi, 1971).
b.       Situasi pengukuran
                Pengukuran sesuatu dalam situasi yang berbeda, juga dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda. Mengukur sebatang tembaga dengan temperatur yang berbeda, akan diperoleh hasil pengukuran yang berbeda, sekalipun benda dan alat ukurnya sama. Demikian pula mengukur sikap seseorang dalam situasi yang berbeda, dapat menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda pula.
c.       Alat ukur yang digunakan
                Variasi hasil pengukuran dapat disebabkan karena alat ukur yang digunakan. Misal bila alat ukur dibuat dari bahan yang berbeda, kemungkinan hasil pengukuran juga akan berbeda.
d.      Penyelenggaraan pengukuran
                Cara penyelenggaraan pengukuran juga dapat menghasilkan hasil pengukuran berbeda. Demikian juga bila seorang pengukur kurang menguasai alat ukur yang digunakan, maka hal ini akan dapat menimbulkan hasil pengukuran yang berbeda-beda, karena kemungkina cara penyelenggaraannya berbeda-beda.
e.       Pembacaan dan atau penilaian hasil pengukuran
                Seorang pengukur yang sedang ngantuk mungkin mengalami salah baca. Seorang tester yang sudah terlalu lelah mungkin melakukan salah periksa. Seorang coder hasil-hasil angket mungkin salah letak dalam memberikan kode-kode. Semua keadaan itu akan menaikkan atau menurunkan hasil-hasil pengukuran dari keadaan yang sesungguhnya.Bila seorang pengukur telah mengantuk atau telah lelah, karena bekerja melampaui kemampuannya, maka hal ini akan dapat pula merupakan sumber dalam variasi hasil pengukuran.
2. Alat ukur yang baik
 Alat ukur itu disebut baik, bila alat ukur itu valid dan reliabel. Karena itu hal tersebut perlu mendapatkan perhatian untuk memperoleh alat ukur yang baik. Dalam hal validitas alat ukur mencakup kejituan dan ketelitian alat ukur yang bersangkutan. Alat ukur yang jitu itu, yaitu bila alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang akan di ukur, jadi alat ukur itu tidak mengukur hal-hal yang lain.
  Suatu alat yang baik itu harus reliabel atau andal, artinya alat itu harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tetap atau stabil. Bila suatu benda pada suatu waktu diukur menunjukkan panjang 2 meter misalnya, maka pada waktu lain bila benda itu diukur dengan alat ukur itu kembali, hasilnya juga menunjukkan 2 meter. Tetapi karena dalam psikologi yang menjadi subjek adalah makhluk hidup, yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka akan sulit untuk memperoleh hasil pengukuran yang tepat sama seratus persen. Karena itu dalam hal ini ada batas-batas tertentu di mana hasil itu dapat dianggap relatif sama (hal ini dibicarakan atau ditunjukkan dalam pengolahan statistik).
3.  Cara pengukuran sikap
  Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung, yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang tidak berstuktur dan langsung yang berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya mengukur sikap dengan wawancara bebas (free interview), dengan pengamatan langsung atau dengan survei (misal public opinion survey). Sedangkan cara langsung yang bersturktur, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyyan yang telah disusun sedemikan rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti. Misal pengukuran sikap dengan skala Bogardus, Thurstone, dan Likert.
Sedangkan sikap dengan secara tidak langsung ialah pengukruan sikap dengan mengguanakan tes. Dalam hal ini dapat dibedakan antara tes yang proyektif dan yang non-proyektif.
4.  Pengukuran sikap secara langsung tak bersturktur
Sebuah contoh penelitian yang dikemukakan oleh Buchanan dan Cantril dengan tema “How nations see each other” dengan public opinion surveys, sikap terhadap masalah hidup secara damai, salah satu butirnya berbunyi “Do you belief that it will be possible for all countries to live together at peach with each other”. Penelitain ini dilaksanakn di sembilan negara pada tahun 1948.
Dari contoh tersebut dapat dikemukakan bahwa terhadap masalah yang sama, terdapat perbedaan sikap yang diambil untuk menanggapi masalah tersebut. Masing-masing bangsa atau golongan mempunyai pandangan atau sikap yang berbeda-beda.
5. Pengukuran sikap secara langsung yang berstruktur
  1. Pengukuran sikap model Borgadus
       Pengukuran sikap model Borgadus lebih dikenal dengan pengukuran sikap dengan skala Borgadus. Borgadus dalam mengukur sikap menggunakan suatu skala. Apa yang dikemukakan oleh Borgadus berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Park, yang menurutnya bahwa dalam suatu kelompok ada intensitas hubungan yang berbeda satu dengan yang lain di antara para anggotanya, demikan pula adanya perbedaan intensitas hubungan antara kelompok dengan kelompok yang lain. Pengukuran sikap model Borgadus adalah menyangkut jarak sosial, yaitu jarak sosial dari satu golongan atau kelompok terhadap golongan atau kelompok lain.
2. Pengukuran sikap model Thurstone
Penelitian sikap Thurstone juga menggunakan skala. Apa yang dikemukakan oleh Thurstone mempunyai corak lain dengan apa yang dikemukakan oleg Borgadus. Dalam skala Thurstone digunakan pernyataan-pernyataan yang disusun sedemikian rupa hingga merupakan rentangan (range) dari yang favorable sampai yang paling unfavorable. Pernyataan-pernyataan itu disampaikan kepada subjek dalam suatu formulir (form). Masing-masing pernyataan dalam skala Thurstone telah mempunyai nilai skala sendiri-sendiri. Nilai skala (scale value) tersebut bergerak dari 0,0 (yang mempunyai ekstrim bawah) sampai dengan 11,0 (yang mempunyai ekstrim atas).
Dalam perintah cara mengerjakan atau cara menjawab subjek terhadap pernyataan-pernyataan tersebut, subjek disuruh memberikan tanda cek (tanda yang menyatakan betul) pada pernyataan-pernyataan yang mereka setujui. Keadaan sikap seseorang terhadap objek sikap ditunjukkan oleh nilai rata-rata dari nilai skala yang pernyataannya disetujui atau diterimanya.
3. Pengukuran sikap model Likert
Likert juga dikenal dengan pengukuran sikap skala Likert, karena Likert dalam mengadakan pengukuran sikap juga menggunakan skala. Skala Likert berbeda dengan skala Thurstone, skala Likert dikenal sebagai summated ratings method, sedangkan skala Thurstone dikenal sebagai judgment method.
Dalam menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan, dengan menggunakan lima alternatif jawabam atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang disediakan. Lima alternatif jawaban yang dikemukakan oleh Likert adalah:
-          Sangat setuju (stongly approve)
-          Sejutu (approve)     
-          Tidak mempunyai pendapat (undecided)
-          Tidak sejutu (disapprove)
-          Sangat tidak setuju (strongly disapprove)
6. Pengukuran sikap secara tidak langsung
Pengukuran sikap secara tidak langsung, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan alat-alat tes, baik yang proyektif maupun yang non-proyektif. Misal dengan tes Rorschach, TAT, dan dengan melalui analisis yang cukup rumit, peneliti dapat mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap keadaan sekitarnya. Pengukuran sikap secara tidak langsung ini begitu komplek dan begitu rumit yang biasanya dibicarakan dalam rangka pembicaraan mengenai tes.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
*      Pengertian Sikap Secara umum adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan. perasaan-perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak.
*      Domain Sikap Yaitu komponen konatif (kecenderungan berperilaku) dapat diketahui melalui respons subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respons yang dimaksud dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap.
Domain sikap itu mengandung 3 bagian yaitu :
1.      Kognitif
2.       Afektif dan
3.      konatif
*      Kesesuaian Antara Sikap dan Perilaku dapat dilihat melalui :
1.      Sikap sesuai dengan perilaku
2.      Perilaku dapat mempengaruhi sikap
3.      Komunikasi persuasif
4.      Terbentuknya sikap
*      Meningkatkan prakiraan perilaku dari sikap atau meramalkan perilaku tetap saja dianggap penting dalam psikologi sosial, karena lebih efisien daripada harus melakukan pengamatan langsung di lapangan. Misalnya, meramalkan atau memprakirakan perilaku dalam hal keluarga berencana. Belum tentu dapat meramalkan apakah seseorang akan memakai kontrasepsi, tetapi sikap terhadap kontrasepsi dapat meramalkan pemakaian kontrasepsi (Morrison).
*      Pengukuran Sikap
Untuk pengukuran sikap yang baik  dapat dilakukan seperti
1. Variasi hasil pengukuran
2. Alat ukur yang baik
3.  Cara pengukuran sikap
4.  Pengukuran sikap secara langsung tak bersturktur
5. Pengukuran sikap secara langsung yang berstruktur
6. Pengukuran sikap secara tidak langsung


 3.2 Saran
    Dalam kehidupan sehari-hari kita harus Tetap menjaga sikap dan tingkah laku dengan baik, sehingga dapat di terima dalam lingkungan kita dimana berada.






















DAFTAR PUSTAKA
Hanurawan, Fattah. 2001. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Bandung : Rosada.
H. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Peplau.Anne.Letitia.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta. PT RajaGrafindo
          Persada.
Sarwono Sarlito. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
Shelley E. 2009. Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta. Kencana Prenada Media
Group.
Walgito, Bimo. 2003.  Psikologi Sosial. Yogyakarta : C.V Andi Offset.
Widyarini,Nilam. 2009. Kunci Pengembang Diri. Jakarta : Gramedia.

mungkin sekian dulu gan TERIMAH KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.....


No comments:

Post a Comment

Manajemen dan Audit Lingkungan Artikel ISO 14001 Sebagai Pengelolaan Lingkungan Standar

1.1 Latar B e la k a n g   Untuk   mem e nuhi k e butuhan k e hidupan manusia mem e rluk a n sumb e rd a y a a lam, b e r...