Saturday, 27 February 2016

PARADIKMA PEMBANGUAN DAN POLITIK PEMBANGUNAN



MAKALAH


PARADIKMA PEMBANGUAN DAN
 POLITIK PEMBANGUNAN


   








OLEH :
RISAL GUNAWAN
F1B3 14 012


PROGRAM STUDI TEKNIK TAMBANG KONS REKAYASA SOSIAL TAMBANG
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Sosiologi, Pembangunan, dan Politik”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sosiologi, Pembangunan, dan Politik di program studi Teknik Tambang Rekayasa Sosial Tambang Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. Selanjutnya penulis mengucapkan kami sampaikan kepada dosen yang telah memberikan bimbingannya kepada kami dan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


                                                                                                     Kendari, 28 Januari 2016

                                                                    
                                                                                                                            Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......………………………………………………………………….…..i
KATAPENGANTAR……….....……………………………………………………......... ii
DAFTAR ISI…………….....……………………………………………………….…….….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang………...……………………………………...........….….……….1
1.2  Rumusan Masalah…….………………………………………….......…................2
1.3 Tujuan ...……….…………………………………………..………....................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1     Paradikma Pembangunan.……………………………………...…….......….........4
2.2     Pembangunan Dan Distorted Development.……………………………………...5
2.3     Perkembangan Paradigma Pembangunan.………..………………………………7
2.4     Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan……………………………………12
2.5     Pembangunan Politik.………………………………………….......….................18
2.6     Konsep Pembangunan Politik...........................................................................22    
2.7     Tahap-tahap pembangunan politik…………................…………………………23
2.8     Ruang Lingkup Pembangunan Politik……...........………………………………24
2.9     Pola Perubahan Politik di Indonesia……………..............………………………25
BAB IIIPENUTUP                                                                       
3.1 Kesimpulan……………………………………...……………………………..32
3.2 Saran……………………………………………...……………………………....33
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya, menjadi kegiatan untuk membangun dirinya sendiri yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan. Pembangunan seringkali menjadi semacam alat kepentingan bagi rezim pemerintahan yang berkuasa. Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menentukan interpretasi mereka tentang pembangunan. Namun, karena pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut selalu berkembang dinamis, maka interpretasi mereka tentang pembangunan tidaklah statis dan mendeg. Melalui mata rantai perumusan dan demistifikasi paradigma pembangunan, terjadilah pergeseran-pergeseran paradigma tadi.
Paradigma pembangunan yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional dapat saja terjadi proses demistifikasi, digantikan oleh paradigma-paradigma baru yang bermunculan. Melalui proses ini, timbullah pergeseran-pergeseran paradigma pembangunan mulai dari paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni, paradigma kesejahteraan, paradigma neo-ekonomi, paradigma dependensia, sampai ke paradigma pembangunan manusia.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan Nasional. Hal  ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkana harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : “ melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.” hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum formal atau rumusan “ memjaukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa “ hal ini dalam pengertian negara hukum material. Yang secara keseluruhan sebagi menifestasi tujuan khusus atau nasional. Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional (tujuan umum) “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini diwujudkan dalam tata masyarakat internasional
Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara-negara maju tersebut, seringkali dilakukan dengan cara mengambil unsur-unsur yang baik-baik saja tanpa mempertimbangkan faktor ekologi yang melatar belakangi prestasi negara-negara maju yang sesungguhnya dicapai melalui waktu berabad-abad dengan perjuangan kerja keras dar bangsanya untuk mencapai prestasi. Keinginan imitasi inilah yang dalam beberapa dasa warsa terakhir ini telah mendorong akselerasi tempo pergeseran paradigma pembangunan di negara-negara berkembang.
Dalam pembangunan politik ada beberapa  konsep yang perlu di pahami, antara lain konsep  perubahan,  konsep pembangunan dan  konsep modernisasi politik. Perubahan politik dapat diartikan sebagai terjadinya perbedaan karakteristik dari suatu sistem politik ke sistem politik lain.Dalam konsep pembangunan politik mempunyai konotasi secara geografis, derivatif, teologis dan fungsional.Pembangunan politik sendiri, bisa digunakan sebagai prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, modernisasi politik, segi proses perubahan sosial yang multidimensi dan lain sebagainya.
Pada proses perkembangan selanjutnya, pembangunan politik memiliki ruang lingkup yang sangat luas,antara lain: pembangunan sistem politik, pembangunan ideologi politik, pembangunan komunikasi politik, pembangunan sistem pemilihan umum, pembangunan partisipasi masyarakat, pembangunan pers, pembangunan aparat administrasi pemerintahan sebagai penyelenggara politik, pembangunan nasionalisme politik, dan pembanguna manajemen politik.Hal ini menandakan bahwa pembanguan politik di indonesia  masa pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang cenderung lebih demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
      Rumusan  di buatnya makalah ini dapat di lihat sebagai berikut :
*      Apa yang dimaksud  Paradikma Pembangunan ?
*      Apa itu Pembangunan dan Distorted Development ?
*      Bagaimana Perkembangan Paradigma Pembangunan ?
*      Apa yang dimaksid Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan ?
*      Apa yang dimaksud  Pembangunan Politik ?
*      Apa Konsep Pembangunan Politik ?     
*      Bagaimana Tahap-tahap pembangunan politik ?
*      Apa saja Ruang Lingkup Pembangunan Politik ?
*      Bagaimana  Pola Perubahan Politik di Indonesia ?
1.3 Tujuan
      Tujuan di buatnya makalah ini dapat dilihat sebagai berikut :
*      Untuk Mengetahui Paradikma Pembangunan
*      Untuk Mengetahui Pembangunan dan Distorted Development
*      Untuk Mengetahui Perkembangan Paradigma Pembangunan
*      Untuk Mengetahui Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
*      Untuk Mengetahui Pembangunan Politik
*      Untuk Mengetahui Konsep Pembangunan Politik       
*      Untuk Mengetahui Tahap-tahap pembangunan politik
*      Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Pembangunan Politik
*      Untuk Mengetahui Pola Perubahan Politik di Indonesia




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Paradikma Pembangunan
1.      pengertian paradikma secara umum
Paradigma adalah cara orang melihat diri mereka sendiri dan lingkungan yang akan mempengaruhi pemikiran (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, disiplin intelektual.
Paradigma Kata itu sendiri berasal dari Inggris abad pertengahan yang merupakan kata pinjaman dari bahasa Latin pada 1483, yang berarti bahwa paradigma model atau pola; Paradeigma Yunani (yang + deiknunai) yang berarti “membandingkan”, “berdampingan” (para) dan show (deik).
Paradigma juga diartikan sebagai pola atau model atau cara pandang terhadap suatu persoalan yang di dalamnya terdapat sejumlah asumsi tertentu, teori tertentu, metode tertentu dan pemecahan masalah tertentu. Paradigma yang satu dengan paradigma yang lain tidak dapat disamakan maupun dipersatukan, tetapi dapat diperbandingkan. Dalam pelaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang tidak terlepas pula dari teori-teori pembangunan yang dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun menilai dan mengukur kinerjanya.
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut.
2.      Pengertian Paradigma Menurut Para Ahli
Pengertian paradigma menurut Patton(1975), “A world view, a general perspective, a way of  breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata).
Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs(1970), “suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.”
Pengertian paradigma menurut George Ritzer (1980), “pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan.” Lebih lanjut Ritzer mengungkapkan bahwa paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Masterman sendiri merumuskan paradigma sebagai pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its subject matter). Pengertian paradigma menurut Masterman diklasifikasikan dalam 3 pengertian paradigma :
1.        Paradigma metafisik yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat kajian ilmuwan.
2.        Paradigma sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial masyarakat atau penemuan teori yang diterima secara umum.
3.        Paradigma konstrak sebagai sesuatu yang mendasari bangunan konsep dalam lingkup tertentu, misalnya paradigma pembangunan, paradigma pergerakan dll.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan berbagai bentuk pandangan yang mendasar yang dilakukan seseorang untuk dijadikan sebagai pokok dalam menjawab persoalan yang harus dijawab serta dapat merumuskan apa yang seharusnya dipelajari.
2.2    Pembangunan dan Distorted Development
Istilah “Pembangunan” dewasa ini digunakan secara luas. Hampir semua orang mengaitkannya dengan proses perubahan ekonomi yang langsung lewat industrialisasi. Istilah inipun mengisyaratkan suatu proses perubahan sosial akibat urbanisasi, pengambilan gaya hidup modern dan perilaku-perilaku lainnya. Lebih jauh lagi pembangunan memiliki konotasi kesejahteraan yang menunjukkan bahwa pembangunan memperkuat pemasukan masyarakat dan meningkatkan derajat pendidikan, kondisi perumahan dan status mereka. Namun di antara berbagai makna ini, konsep pembangunan paling sering diasosiasikan dengan perubahan ekonomi. Hampir semua orang mengartikan pembangunan dengan kemajuan ekonomi.
Para pengecam yang berpendapat pesemis akan mempersoalkan hal-hal yang positif dengan segala pembenarannya. Mereka mencatat bahwa kemiskinan yang membelit masih menjadi karakter berjuta-juta orang di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Kondisi-kondisi perumahan di banyak kota di negara dunia ketiga masih amat menyedihkan, hantu kelaparan masih mengganggu jutaan penduduk desa, anak-anak jalanan membanjiri jalan raya, banyak sekali pemuda yang meniggal dalam usia muda dan masih sangat banyak eksploitasi tenaga kerja dewasa maupun anak-anak. Banyak orang biasa melihat bahwa di negara-negara industrial makmur sekalipun, masih belum terselesaikan masalah gelandangan, pelacuran dan lain-lain di pusat kota, mereka yang percaya bahwa pada abad ini hanya sedikit terjadi kemajuan sosial, akan mencatat bahwa bencana perang terus merenggut nyawa jutaan orang dan mengamati bahwa banyak penguasa diktator yang masih bercokol menguasai negara dalam jangka waktu yang panjang.
Gejala kemiskinan yang masih bertahan di tengah riuhnya kemakmuran ekonomi adalah salah satu masalah paling problematis dalam pembangunan dewasa ini. Di berbagai belahan dunia, pembangunan ekonomi tidak disetai oleh tingkat kemajuan sosial yang sesuai. Gejala ini sering disebut sebagai pembangunan yang terdistorsi (Distorted Development). Pembangunan terdistorsi muncul dalam masyarakat, dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf. Di negara-negara tersebut masalahnya bukan tidak ada pembangunan ekonomi, melainkan lebih pada gejala-gejala menyelaraskan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dan kegagalan untuk memberi jaminan bahwa hasil-hasil kemajuan ekonomi dapat disebar merata di masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa meskipun tingkat pembangunan ekonominya tinggi, ternyata kondisi pembangunan terdistorsi juga terjadi dalam skala yang mengejutkan di negara-negara industrial seperti Inggris dan AS. Di kedua negara ini pembangunan ekonomi tidak berhasil mengikis kemiskinan dan memberi kesejahteraan secara merata. Ini bukan berarti bahwa tidak ada kemajuan sosial sama sekali di kedua negara tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa standar hidup di kedua negara tersebut cukup tinggi. Permasalahannya adalah bahwa segmen-segmen masyarakat tertentu masih belum menikmati petumbuhan ekonomi itu. Di negara ini masalah pembangunan terdistorsi paling terlihat pada daerah-daerah kumuh di pusat kota dan masyarakat miskin di pedesaan. Pusat-pusat kota semakin rusak, tidak hanya secara fisik melainkan juga secara sosial. Di sana terdapat kemiskinan, pengangguran, kejahatan, pecahnya keluarga, penggunaan obat terlarang dan gejala kemerosotan sosial lainnya.
Di samping itu penindasan terhadap kaum wanita dan kerusakan lingkungan juga merupakan akibat kondisi pembangunan terdistorsi. Di negara dunia ketiga. Seperti disebut di atas, relatif sedikit negara dunia ketiga yang tidak atau sedikit mengalami pertumbuhan ekonomi sejak perang dunia II. Namun di kebanyakan Negara, proses pembangunan yang mengalami distorsi sangat besar. Contoh paling dramatis adalah Amerika Latin, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi sangat mengesankan namun kemiskinan dan kemerosotan tidaklah berkurang. Contoh pembangunan terdistorsi juga ditemukan di Afrika dan Asia, khususnya di negara-negara dimana kemakmuran ekonominya dicapai lewat eksploitasi sumber daya alam.
Masyarakat yang mengalami pembangunan yang terdistorsi akan berbeda dengan masyarakat dimana terdapat kesinambungan yang lebih baik antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Negara Eropa seperti Austria, Swedia dan Swiss dewasa ini memiliki taraf kehidupan paling tinggi di dunia bukan semata-mata karena pencapaian ekonomi, melainkan karena usaha-usaha sistematis untuk meningkatkan pembangunan sosial. Masalah pembangunan terdistorsi juga telah berkurang di beberapa negara berkembang seperti Costarica, Singapura dan Taiwan dimana upaya-upaya sistematis telah mempercepat perkembangan ekonomi sosial. Meskipun negara-negara ini bukan utopi, artinya bebas dari masalah-masalah dan ketegangan sosial, namun mereka bisa menjamin bahwa pembangunan ekonomi telah dibarengi dengan komitmen yang riil terhadap pembangunan sosial. Namun, bagaimanapun negara-negara tersebut hanya sedikit dan masalah-masalah pembangunan terdistorsi dewasa ini masih meluas terutama di dunia ketiga. Pembangunan terdistorsi juga menjadi sebuah masalah serius di negara Eropa Timur yang baru terliberalisasi serta bekas negara Uni Soviet. Untuk memecahkan masalah pembangunan terdistorsi, diperlukan langkah-langkah yang mendukung pembangunan ekonomi dan sekaligus menjamin bahwa pembangunan sosial mendapat prioritas yang tinggi.
2.3  Perkembangan Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi: pertama diawali dengan paradigma pertumbuhan (growth paradigm), kedua pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigma kesejahteraan (welfare paradigm), ketiga adalah paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm). Paradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat adalah merupakan salah satu perwujudan good governance.
Berikut akan diuraikan secara berturut-turut beberapa paradigma pembangunan mulai dari strategi pertumbuhan, pertumbuhan dengan pemerataan teknologi tapat guna, kebutuhan dasar pembangunan, pembangunan berkelanjutan, konsep pemberdayaan, dan paradigma pembangunan berpusat pada manusia (Agus Suryono 2001).
1.      Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy)
Melalui pendekatan ini, memang pada akhirnya banyak negara berkembang telah terbukti berhasil menngkatkan akumulasi kapital dan pendapatan perkapitalnya. Namun keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang negatif, terutama dampak sosial dan lngkungan hidup. Momentum pertumbuhan yang dicapai dengan pengorbanan besar ini misalnya, pengrusakan ekologis lingkungan, penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan munculnya tingkat ketergantunagan negara berkembang kepada neagara maju, akhirnya memetik kritik tajam dari beberapa kelompok pemikir yang ditujukan pada paradigma ini misalnya dari Massachu setts Institute of Technology and Club of Rome yang memperingatkan bahwa jika laju pembangunan dunia dan pertumbuhan penduduk tetap dbiarkan seperti ini, maka lambat atau cepat akan terjad kehancuran total sistem planet bumi.
Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setingginya seringkal mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dlaksanakan melalui central imposed blueprint plan yang dirumuskan oleh para teknorat terhadap alokasi sumber-sumber pembangunan cenderung sentralistik dan mengintervensi potensi masyarakat dan menumbuhkanhubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Karenanya sifat menjad dis-empowering dan kurang menekankan pada kemampuan masyarakat itu sendri untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat ditanggulangi melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk.
2.      Pertumbuhan Dengan Pemerataan (Growth With Distribution)
Strateg ini untuk pertama kali dikemukakan oleh Singer (1972) dalam sebuah kertas kerja untuk misi lapangan kerja ILO ke Kenya. Growth With Distribution menggambatkan empat pendekatan pokok yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan golongan miskn, antara lain :
a.        Meningkatkan laju pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengalokasikan sumber-sumber daya secara lebih efisien, yang memanfaatnya dapat dinkmati oleh semua golongan masyarakat.
b.       Mengalihkan investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan, menyediakan kredit, fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya.
c.        Mendistribusikan pendapatan atau konsumsi kepada golonagan miskin melalui sistem fiskal atau melalui alokasi barang-barang konsumsi secara langsung.
d.       Pengalihan harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya melalui land reform.
3. Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology)
Pendekatan ini diyakini lebih sesuai untuk negara-negara berkembang karena melalui teknologi tepat guna ini maka sumber-sumber daya lokal yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan penduduk.
Misi teknologi tepat guna ini adalah mengurangi pengangguran melalui perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas kerja, meningkatkan dinamika dan kreatifitas masyarakat dalam berfikir dan bekerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu menerima perubahan dan pembaharuan teknologi, dan melatih sikap mandiri.
Namun demikian, pendekatan ini pun pada akhirnya juga dianggap tdak dapat memuaskan usaha-usaha penciptaan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan nasional dalam rangka mengurangi jurang kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini disebabkan antara lain, keterbatasan pengembangan teknologi tepat guna di negara sedang berkembang yatu :
a.       Tidak adanya institusi yang secara khusus bertugas untuk mengembangkan teknologi tepat guna.
b.      Selisih harga yangcukup besar antara teknologi impor dengan menciptakan sendiri teknologi baru di dalam negeri, dimana teknologi impor lebih murah dibanding dengan membuat sendiri di dalam negeri.
c.       Sistem nilai yang tidak mendukung, dimana para peneliti dan praktisi lebih suka bekerja dengan teknologi tinggi dari pada menggunakan teknologi madya, walaupun teknolog sederhana sudah diketahui secara luas akan dapat menampung tenaga kerja yang lebih banya dan ramah linkungan.
      4. Kebutuhan Dasar Pembangunan (Basic needs Development)
Konsep dasar pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi penduduk yang tergolong miskn. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada hanya pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga kemudahan akses pada pelayanan air bersih, sanitasi, transport, kesehatan, dan pendidikan. Selama penduduk miskin sebagian besar terdapat di daerah pedesaan, maka pendekatan basic needs ini kemudian menjadi tekanan dan unggulan dari pembangunan desa.
Pada pertengahan 1970-an, pendekatan ini sangat populer dan telah mengesankan citra lain dari pembangunan yang dilakukan pada tahun1960-an yang lebih digerakkan oleh mitos-mitos pertumbuhan. Pada akhir 1970-an, “basic needs strategy” telah dianggap “kenangan masa lampau” dengan catatan-catatan besar yang menekankan pentingnya pembangunan di pedesaan, namun tak satupun yang dapat dihasilkan.
5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Ide dasar dari konsep ini bermula dari “The Club of Rome” pada tahun 1972, yakni sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu teknik, dan ilmuwan se-eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen penting mengenai keprihatinan terhadap lingkungan. Pesan penting dari dokumen tersebut diantaranya, bahwa sumber daya alam telah berada pada suatu tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan pertumbuhan penduduk dan ekonomi.
Sustanable diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa datang. Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya jangan semuanya diwariskan pada generasi mendatang, melainkan harus dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.
6. Konsep Pemberdayaan (Empowerment Concept)
Konsep empowerment sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokalitas, sebab civil society akan lebih siap diberdayakan melalui isu-isu lokal.
Konsep ini muncul karena adanya dua hal yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan linkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
7. Pembangunan Berpusat pada Manusia (People Centre Development)
Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos kerja.
Fokus perhatian dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini (people centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth), kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia (Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1996).
Paradigma ini yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah:
a.       Pelayanan sosial (social service);
b.      Pembelajaran sosial (social learning);
c.       Pemberdayaan (empowerment);
d.      Kemampuan (capacity);
e.       Kelembagaan (institutional building)
2.4  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup) manusia. Oleh kerena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia. Rokhani (jiwa) dan raga sifat kodrat manusia manusia makhluk individu dan makhluk sosialserta kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan nasional sebagai upaya peraksis untuk mewujudkan tujuan tersebut. Maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia “”monopluralis” tersebut.
Konsekuensinya dalam relisasi pembangunan nasional dalam berbagai bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rokhani) yang mencakup akal, rasa, dan kehendak aspek raga (jasmani), aspek individu aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian pada gilirannya di jabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta bidang kehidupan agama.
1.    Pancasila Sebagai Paradigma Membagun Masyarakat Madani
Pancasila sebagai paradigma membangun masyarakat madani pada hakikatnya telah terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari dua tujuan utama, yaitu tujuan kedalam dan tujuan keluar. Tujuan kedalam antara lain:
a.       Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah darah Indonesia.
b.      Memajuakn kesejahteraan umum
c.       Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan kedalam diatas merupakan tujuan  negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Sedangkan tujuan keluar yang merupakan tujuan umum atau internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma membangun masyarakat madani mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila yang lahir dari hasil eksplorasi kebiasaan hidup bangsa Indonesia yang teruji oleh perjalanan sejarah yang sangat panjang. Alhasil, Pancasila adalah bentuk miniatur sejarah hidup bangsa indonesia yang di terima oleh seluruh bangsa yang majemuk.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat kemanusiaan. Hakikat menusia menurut pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia minopluralis tersebut memiliki bebrapa ciri, antara lain:
a.    Susunan kodrat manusia terdidri atas jiwa dan raga.
b.    Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
b)   Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan konteks diatas, maka pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya memajukan Indonesia  secara komprehensif. Pengembangan sosial harus  mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan.
Namun banyak juga di antara rakyat sederhana dan tak berkuasa acap kali harus mngalami bagaiman pembangunan merampas tenaga, tanah, rumah dan lain harta bendanya yang sederhana saja dan menghilangkan pencarian nafkahnya. Contoh akan ketidak adilan dan kesewenang-wenangan itu itu mengakibatkan rakyat banyak menjadi curiga dan sinis terhadap pembangunan.
2.   Pancasila Sebagai Paradigama Pengembangan Kehidupan Beragama
Pancasila terutama pancasila yang petama menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang beragama bukan negara agama. Setiap warga negara harus beragama dan memiliki kewajiban menjalankan keberagamaannya secara konsisten (taat). Ini berarti seluruh warga negara diberi kebebasan seluas-luasnya menganut agama dan  menjalankan berbagai kegiatan agama dan ibadahnya. Sebaliknya, negara tidak menjamin warga negara yang tidak beragama untuk hidup dan berkembang di bumi Indonesia.
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi bangsa indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia. Dalm pengertian ini maka menegaskan dalam UUD 1945 bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini berarti bahwa kehidupan yang ada dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai ketuhanan.
Para penganut agama di jamin oleh negara untuk melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai bentuk implementasi ritual dan ibadahnya. Sebagai bentuk tanggung jawab negara, pemerintah bahkan telah mengagendakan secara proporsional seluruh kegiatan mereka dalam jadwal kalender nasional setiap tahun.
3.  Pancasila Sebagai Paradigma Penyeimbang IPTEK dan IMTAQ
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia, unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang etnis, dan kehendak dalam bidang moral (etika). Tujuan yang esensialdari iptek adalah demi kesejahteraan manusia, sehingga iptek pada hakikatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai.pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya semua upaya peningkatan nilai keimanan dan ketakwaan (IMTAQ) kepada Tuhan Yang Maha  Esa.
Pancasila juga merupakan pegangan dan pedoman dalam usaha ilmu pengetahuan, yang telah mulai pula dipikirkan tentang arti dari nilainya dipandang  dari sudut ilmu pengetahuan, lagi pula telah di mulai ditinjau dalam bentuk serta cara yang bagaimana untuk dapat dipergunakan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berilmu pengetahuan, dalam hal mana, perlu diulangi lagi yang dalam uraian tadi telah dikemukakan, dipegang teguh unsur kenyataan, syarat mutlak bagi usaha ilmu pengetahuan.
*      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan adalah menciptakan keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan tetapi juga memikirkan apa manfaat serta dampaknya di lingkungan sekitar.
*      Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar nilai morallitas bahwa manusia dalam mengembangkan iptek harus memiliki sikap sopan santun (Akhlaqul Karimah), rendah hati dan tidak sombong serta berpola pikir  (mind-sett) untuk kemajuan peradaban  bangsa Indonesia.
*      Sila persatuan indonesia, memberikan makna universitas dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Artinya pengembangan iptek hendaknya tetap dapat ditumbuhkembangkan rasa nasionalisme, kebanggaan dan kebesaran hati menjadi bagian dari dari bangsa Indonesia serta menjaga keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
*      Ila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.mendasari pengembangan iptek secar demikratis. Artinya setiap ilmuan memiliki kebebasan mengembangkan iptek, namun juga harus menghormati dan menghargai kebebasan dan karya orang lain serta harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lain.
*      Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memberikan arti bahwa pengembangan iptek haruslah menjaga keseimbangan dan berkeadilan dalm kehidupan kemanusiaan. Artinya, keseimbangan dan berkedilan tersebut dimasukkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta dengan alam lingkungannya.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan di bidang politik harus mendasarkan dasar ontologis manusia.hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai objek negara, oleh karena itu kehidupan politik dalam negara harus benar- benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntunan hak dasar kemanusiaan yang didalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusiaan sehingga sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin atas hak-hak tersebut.
Dalm sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-makhluk sosial yang terjelma sebagai rakyat. Maka rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Oleh karena itu kekuasaan negara harus berdasarkan kekuasaan rakyat bukannya kekuasaan perseorangan atau kelompok.
Selain sistim politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara. Telah diungkapkan oleh para pendiri Majelis Permusyawaratan Rakyat, misalnya Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “ negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” . hal ini menurut Moh. Hatta agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan, oleh karena itu dalam politik negara termasuk para elit politik dan para penyelenggara negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5.      Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Dalam dunia ekonomi jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan pemikiran  pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazim nya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yng menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke 18 menimbulkan ekonomi kapitalis. Atas dasr kenyataan objektif inilah maka di eropa pada awal abad ke -19 muncullah pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialisme komunisme yang memeperjuangkana nasib proletar oleh kaum kapitalis. Oleh karenanya itu kiranya menjadi sngat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas humanistik, ekonomi yang berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut oleh karena itu mubyarto kemudian mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar   pertumbuhan saja namun demi kemanusiaan, dan demi kesejahteraan seluruh bangsa. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan pada kekeluargaan seluruh bangsa. Pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan (Mubyarto,1999).hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi adalah untuk kesejahteraan kemanusiaan.
6.    Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang pada sila kemanusiaan yang adila dan beradab. Oleh karena itu, pembngunan sosial budaya harus  mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yakni menjadi manusia berbudaya dan beradab. Pembnagunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan berdab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Manusia akan memiliki kehormatan, jika mampu menempatkan kemanusiaannya dalam seluruh aspek kehidupannya secara proporsional.
Berdasarkan sila perstuan Indonesia, pembngunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial budaya yang beragam di seluruh wilayah nusantara menuju tercapainya rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu dalam implementasinya perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap seluruh aset budaya kehidupan sosial yang ada dalam berbagai kelompok suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) di Indonesia. Aset budaya kelompok satu dengan budaya yang lainnya memiliki kedudukan yang sama dalam aspek apapun. Denagn pembagunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidak adilan sosial.
Bentuk aktualisasi pncasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya yang humanis adalah baha setiap individu bangsaharus menyadari sepenuhnya bahwa manusia di mata Tuhan adalah sama.
7.    Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
            Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga Negara maka diperlukan peranturan perundang-undangan Negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga  maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena itu Negara bertujuan melindungi segenap wilayah Negara dan bangsanya. Atas dasar pengertian demikian ini maka keamanan merupakan syarat ,mutlak tercapainya kesejahteraan warga Negara. Adapun demi tegaknya integritas seluruh masyarakat Negara diperlukan suatu pertahanan Negara. Untuk itu diperlukan aparat keamanan Negara aparat penegak hokum Negara.
            Oleh karena Pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahan dan keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan Negara. Dengan demikian pertahanan dan keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi terjaminnya harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci terjaminnya hak-hak asasi manusia. Pertahan dan keamanan bukanlah untuk kekuasaan sebab kalau demikian sudah dapat dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.
            Demikian pula pertahan dan keamanan Negara bukanlah hanya untuk sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu, sehingga berakibat Negara menjadi totaliter dan otoriter. Oleh karena itu pertahan dan keamanan Negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa (Sila Indonesia dan 11). Pertahanan dan keamanan Negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warga sebagai warga Negara (Sila 111). Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila 1V) dan akhirnya pertahanan dan keamanan haruslah diperuntukan demi terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (terwujudnya suatu keadilan social) agar benar-benar Negara meletakkan pada fungsinya yang sebenarnya sebagai suatu Negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
2.5   Pembangunan Politik
1.      Sejarah pembangunan politik di indonesia
Pertama: institusional ideologis yang di tandai dengan adanya ketetapan MPR yang menyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan pemgamalan pancasila dan pancasila merupakan satu satunya azaz bagi sosial dan perkembangan kekuatan politik di indonesia.
Kedua: Institusional Konstitusi yang di tandai dengan adanya ketetapan MPR tentang referendum. Disamping tetap berlakunya ketetapan MPR No III/MPR/1978 tentang tata kerja hubungan lembaga tinggi negara
Ketiga; Institusioanal dinamika politik di tandai dengan ketentuan dalam TAP MPR No II/MPR/1983 demi kelestarian dan pengamalan pancasila. Partai golkar benar benar harus menjadi kekuatan sosial politik yang berazazkan pancasila
Sementara pada tahap keenam adalah di arahkan pada terwujudnya tatanan kehidupan politik berdasarkan demokrasi pancasila yang makin mampu menjaga berfungsinya lembaga politik dan lembaga kemasyarakatan .
Perkembangan politik makin meningkatkan kualitas pendidikan politik dan keteladanan dan kaderisasi politik memantapkan etika politik yang berdasarkan pancasila meningkatkan peran serat politik masyarakat berbangsa dan bernegara, Pada tahap ke enam penataan lembaga di bidang politik menjadi fokus kajian starategisnya.
Perkembangan politik Indoensia telah mengalami kemajuan terbukti untuk menjadi presiden hari ini telah di batasi hanya bisa berturut turut selama dua periode atau sekitar 10 tahun. Ini merupakan perkembangan politik yang luar biasa. Nah inilah yang selama orde baru undang undang untuk membatasi jabatan politik tidak ada terbukti, Soeharto dengan kenderaan politiknya golkar mampu berkuasa 32 tahun dengan lima kali pemilu.
Perkembangan politik yang telah mengalami kemajuan adalah Pengurangan jumlah Anggota DPR RI dari Fraksi ABRI. Sebelumnaya yang terjadi adalah soeharto memainkan manufer politiknya dengan cara memasukkan Fraksi ABRI ke kursi empuk tampak pemilihan artinya ada banyak kursi yang di sediakan Soeharto Untuk ABRI tujuanya adalah untuk melangengkan kekuasaanya.
Perkembangan Politik selanjutnya dapat kita lihat adalah dipilihnya kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Walaupun masih banyak kekurangan ketika terjadinya Konflik di bebrapa daerah. Namun yang jelas Konflik di negara yang belajar demokrasi itu baiasa saja, yang jelas pilkada hampir sukses di seluruh Indonesia.
2.      Pengertian pembangunan politik
Pembangunan Politik dalam konotasi GEOGRAFIS, berarti terjadi proses perubahan politik pada negara-negara berkembang de dari proses perubahan secara menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya.
Pembangunan Politik dalam arti ngan menggunakan konsep-konsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju. Fenomena ini mengakibatkan timbulnya instabilisasi poltik yang memengaruhi kapasitas sistem politik.
Pembangunan Politik dalam arti DERIVATIF, dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik
TELEOLOGIS, dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik, seperti stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, stabilitas nasional.
3.      Pembangunan Politik Menurut Para Ahli
Menurut Gabriel Almond Pembangunan politik adalah upaya mengembangkan kapasitas-kapasitas sistem politik dengan menggunakan pendekatan pembangunan. Tujuannya adalah agar sistem politik mampu memelihara dirinya sendiri.
Pembangunan Politik Menurut Lucian W. Pye yaitu :
1.      Pembangunan Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan Ekonomi
Pembangunan politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan politik sebagai kondisi kepolitikan (state polity) yang harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) daripada memfasilitasi (merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seiring modernisasi ternyata membawa konsekuensi berupa kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara orang kaya dan orang miskin.
2.      Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri
Menurut pandangan ini, masyarakat industri, baik yang demokratis maupun bukan, menciptakan standard-standard (ukuran) tertentu mengenai tingkah laku dan prestasi politik yang dapat menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang merupakan contoh dari tujuan-tujuan pembangunan bagi setiap sistem politik lainnya.
3.      Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik
Pandangan bahwa pembangunan politik merupakan kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat industri berhubungan erat dengan pandangan politik identik dengan modernisasi politik. Pandangan ini mirip dengan konsep pembangunan politik sebagai prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, yakni masih berkaitan dengan prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini. Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya seperti parpol, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini, karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan banyak persoalan lokal yang muncul.
4.      Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa
Sudut pandang ini nasionalisme. Dan ini merupakan prasyarat penting, tetapi masih kurang memadai untuk dapat menjamin pelaksanaan pembangunan politik. Pembangunan politik meliputi serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan nasionalisme menjadi semangat kewarganegaraan, dan usaha pembentukan lembaga-lembaga negara yang dapat menampung aspirasi-aspirasi (nasionalisme) masyarakat ke dalam kebijakan dan program.
5.      Pembangunan Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum
Dalam membina masyarakat politik yang harus didahulukan adalah tatanan hukum dan tatanan adminstrasi.
6.      Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan politik meliputi perluasan partisipasi masyarakat. Proses partsipasi ini berarti penyebarluasan proses pembuatan kebijakan. . Karena pembangunan politik adalah menyangkut peran warganegara dalam bentuk kesetiaan barunya terhadap negara. Pemimpin dan pengikut merasa pembangunan politik makin berkualitas dilihat dari tingkat demonstrasi di seluruh negeri. Pembangunan politik memang menyangkut partisipasi warganegara. Namun yang harus juga dipikirkan adalah bahaya adanya emosionalisme warga negara yang diolah oleh demagog. Karenanya penting menyeimbangkan gelora, sentimen warga negara dengan tertib politik. Inilah proses demokrasi yang sesungguhnya
7.      Partisipasi Politik sebagai Pembinaan Demokrasi
Pandangan ini menyatakan bahwa pembangunan politik seharusnya sama dengan pembentukan lembaga-lembaga dan praktik-praktik demokrasi.
8.      Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur
Stabilitas dapat dihubungkan dengan konsep pembangunan politik dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan ekonomi dan sosial umumnya tergantung pada lingkungan yang lebih banyak memiliki kepastian yang memungkinkan adanya perencanaan berdasar pada prediksi yang cukup aman.
9.      Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan
Pandangan ini membawa kita pada konsep bahwa sistem-sistem politik dapat dinilai dari sudut tingkat atau kadar kekuasaan yang dapat dimobilisasi oleh sistem itu. Bila pembangunan politik diartikan sebagai mobilisasi dan peningkatan kekuasaan dalam masyarakat, dapatlah kita membedakan antara tujuan pembangunan dengan cir-ciri yang biasanya dilekatkan pada pembangunan. Pengakuan bahwa sistem politik harus bermanfaat bagi masyarakat membawa kita pada pemahaman soal kapabilitas sistem politik. Kalau ada argumen bahwa demokrasi akan mengurangi efisiensi, berarti tingkat efisiensi politik bisa diukur. Artinya lagi, sistem politik dapat dievaluasi dari bagaimana kekuasaan absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang tidak stabil akan beroperasi dengan margin kekuasaan yang rendah, dan para pengambil keputusan adalah lembaga-Iembaga impotent untuk mampu mencapai tujuan-tujuan politik.
10.  Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan Sosial yang Multidimensi
Menurut pandangan ini, semua bentuk pembangunan saling berkaitan. Pembangunan banyak persamaannya dengan modernisasi, dan terjadi dalam konteks sejarah dimana pengaruh dari luar masyarakat memengaruhi proses-proses perubahan sosial, persis sebagaimana perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi, sistem politik dan tertib sosial saling memengaruhi satu sama lain.
2.6  Konsep Pembangunan Politik       
Dalam studi pembangunan politik sebelum menjelaskan definisi-defnisi pembangunan politik ada beberapa konsep yang perlu di pahami, yaitu, perubahan, pembangunan dan modernisasi politik. Pembangunan dan modernisasi politik merupakan perubahan politik, bukan sebaliknya (Ramlan Surbakti, 1992). Perubahan politik dapat diartikan sebagai terjadinya perbedaan karakteristik dari suatu sistem politik yang satu ke sistem politik lain. Misalnya dari sistem politik oteoriter parlementer ke sistem politik demokrasi Pancasila. Persoalannya ialah apakah perubahan itu bersifat progresif yaitu menuju situasi yang lebih baik dari yang sebelumnya ataukah bersifat regresif yaitu menuju situasi yang lebih buruk dari sebelumnya. Contohnya adalah Indonesia masa pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang cenderung lebih demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi. Disamping itu, menurut Hungtinton dan Dominguez (dalam Afan Gaffar, 1989)
 konsep pembangunan politik dikatakan mempunyai konotasi secara geografis, derivatif, teologis dan fungsional:
1.    Pembangunan politik secara geografis berarti proses perubahan politik pada neggara berkembang dengan menggunakan konynsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju , seperti konsep mengenai sosialisasi politik, komunikasi politik, dan sebagainya.
2.    Pembangunan politik secara derivatif beratrti pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan yang menyeluruh,meliputi modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan  ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya.
3.    Pembangunan politik secara teologis berarti proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik. Tujuan tersebut meliputi stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, partisipasi, mobilisasi dan sebagainya.
4.    Pembangunan politik secara fungsional berarti suatu gerakan perubahan menuju sistem politik ideal yang dikembangkan suatu negara untuk sistem politik demokrasi konstitusional.
2.7  Tahap-tahap pembangunan politik
1.        Politik Unifikasi Primitif
Dalam tahap ini suatu negara baru memasuki masa kelahiran (anak-anak). Tujuan dan kepentingan penguasa begitu beragam belum focus kepada satu tujuan misalnya kesejahteraan masyarakatnya. Mereka masih disibukan dengan aktualisasi diri, bagaimana meningkatkan harga diri, kekuasaan nasional, ekonomi, dan terutama bagaimana menciptakan persatuan nasional. Sebab negara-negara yang mereka perintah belum stabil, masih sangat terpecah-pecah, dan ini menghambat rencana pemerintah pusat. Persoalan-persoalan yang timbul umumnya dihadapi dengan kekuatan militer.
2.        Politik Industrialisasi
Negara-negara yang memasuki tahap politik industrialisasi biasanya sudah terdapat suatu kelas baru yang memegang kekuasaan untuk membangun ekonomi suatu negara. Dalam membangun ekonominya negara-negara tersebut memiliki acuan dari negara yang sudah maju lebih dulu. Karena itu mereka ada yang menganut system demokrasi Barat (borjuis), pemerintahan komunis (Stalinis), atau fasis.
Meskipun ketiga system tersebut memiliki perbedaan yang besar dan menyolok tetapi ketiganya menjadi cermin suatu bangsa memasuki tahapan industrialisasi.
3.        Politik Kesejahteraan Nasional
Politik kesejahteraan bangsa merupakan politik bangsa-bangsa industri sepenuhnya, telah tumbuh usaha-usaha timbal balik antara rakyat dengan pemerintah, dengan bentuk dan wujud yang semakin sempurna. Kekuasaan negara tergantung kepada kemampuan rakyat biasa untuk bekerja dan berjuang, dan rakyat bersama-sama dengan penguasa-penguasa industri tergantung pada pemerintah nasional untuk melindungi mereka terhadap kerugian akibat depresi dan kehancuran perang.
Pemerintah berkewajiban menetapkan undang-undang kesejahteraan dan mendukung program-program kesehatan, pendidikan, ketertiban sosial dan pengaturan syarat-syarat bekerja, serta bertanggungjawab atas kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negara.
4.  Politik Berkelimpahan
Pada tahap ini dimulai suatu revolusi industri baru, yaitu revolusi otomatisasi. Ancaman yang timbul adalah pengangguran. Di sini fungsi utama pemerintah adalah memberikan dasar bagi pengaturan dan pengorganisasian kembali struktur sosial yang baru dalam rangka menciptakan damainya masyarakat pada tahap otomtisasi.

2.8  Ruang Lingkup Pembangunan Politik
Dalam ruang lingkup pembangunan politik ini terbagi dalam 10 katagori (Pembangunan sistem politik, Pembangunan ideologi politik, Pembangunan komunikasi politik, Pembangunan sistem pemilihan umum, Pembangunan partisipasi masyarakat, Pembangunan pers, Pembangunan aparat administrasi pemerintahan sebagai penyelenggara politik, Pembangunan nasionalisme politik, Pembanguna manajemen politik). Namun dalam pembahasan ini akan mengulas :
4.        Pembangunan sistem politik
Pembangunan sistem politik sesuai dengan pedoman pancasila dan UUD 1945 yang mengembangkan sistem politik demokrasi pancasila.Sistem politik demokrasi pancasila harus mampu melindungi dan mengembangkan bidang politik indonesia,bidang sosial ,serta bidang ekonomi .
5.        Pembangunan ideologi politik
Di dalam mengusahakan pembangunan Ideologi politik yang berdassarkan kepada Pancasila dan UUD 1945, maka diperlukan adanya penganalisaan sehingga terdapat suatu peerbedaan yang jelas antara Ideologoi Komunis dengan Ideologi Pancasila, dan antara Ideologi Liberalisme dengan Ideologi Pancasila.
6.        Pembangunan nasionalisme politik
Arti nasionalisme dalam buku Nationalism and History mengemukakan bahwa Nasionalisme ialah kesetiaan dari pada setiap individu atau bangsa di tujukan kepada kepribadian bangsa.
Adapun fungsi nasionalisme menurut Prof. Hertz yaitu untuk menyatukan seluruh kekuatan politik sosial, ekonomi dan budaya dari pada suatu bangsa; Menghilangkan dominasi asing atau yang bersifat asing di dala politik, sosial, ekonomi dan budaya; Mempertahankan keaslian dari pada bangsa itu di dalam politik, sosial, ekonomi dan budaya dari pada bangsa itu sendiri; Serta mengusahakan pengaruh di dunia Internasional.
2.9  Pola Perubahan Politik di Indonesia
1.      Pemerintahan Habibie.
a)    Di awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi persoalan legitimasi yang cukup serius. Untuk mengatasinya terjadilah perubahan politik oleh Habibie, di antaranya :Membuat UU no.5/1998 mengenai Pengesahan Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment dan UU no.29/1999 mengenai Pengesahan Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965.
b)    Mendorong ratifikasi empat konvensi internasional dalam masalah hak-hak pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan, dan membangun legitimasi yang lebih besar dari masyarakat internasional untuk mengkompensasi minimnya legitimasi dari kalangan domestic dengan demikian dukungan internasional yang diperoleh melalui serangkaian kebijakan untuk memberi image positif kepada dunia internasional memberi kontribusi positif bagi keberlangsungan pemerintahan Habibie saat periode transisi menuju demokrasi dimulai. Sehingga, Pemerintahan Habibie pula yang memberi pelajaran penting bahwa kebijakan luar negeri, sebaliknya, juga dapat memberi dampak negatif bagi kelangsungan pemerintahan transisi.
c)    Membentuk Kabinet ReformasiPembangunan. Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
d)   Mengadakan reformasi dalam bidang politik Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskantahananpolitik,dan mencabutl arangan berdirinya SerikatBuruh Independen.Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
e)    Refomasi Dalam bidang hokum Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
f)    Mengatasi masalah dwifungsi ABRI Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Stagnasi indonesia dan stabilitas keamanan sangat cendrung berubah semenjak referendum tentang Timor-Timor. Legitimasi domestiknya semakin tergerus karena beberapa hal, diantaranya :
*      Habibie dianggap tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi referendum di Timor Timur karena ia dianggap sebagai presiden transisional. Kedua, kebijakan Habibie dalam isu Timor Timur merusakan hubungan saling ketergantungan antara dirinya dan Jenderal Wiranto, panglima TNI pada masa itu.
*      Habibie kehilangan legitimasi baik dimata masyarakat internasional maupun domestik. Di mata internasional, ia dinilai gagal mengontrol TNI, yang dalam pernyataan-pernyataannya mendukung langkah presiden Habibie menawarkan refendum, namun di lapangan mendukung milisi pro integrasi yang berujung pada tindakan kekerasan di Timor Timur setelah referendum.
2.      Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi power struggle yang intensif antara presiden Wahid dengan TNI sebagai akibat dari usahanya untuk menerapkan kontrol sipil atas militer yang subyektif sifatnya. Entry point yang digunakan oleh presiden Wahid adalah persoalan Timor Timur. Komisi khusus yang dibentuk oleh PBB menyimpulkan bahwa kerusuhan di Timor Timur setelah referendum 1999 direncanakan secara sistematis. Lebih jauh Komisi tersebut menyatakan dengan jelas bahwa TNI dan milisi pro integrasi merupakan dua pihak yang harus bertangung jawab. Pada akhirnya, keputusan untuk memberhentikan Wiranto mendapat dukungan penting dari ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Akbar Tanjunng Patut diingat bahwa presiden Wahid secara terus menerus menggunakan kredibilitasnya di dunia internasional sebagai tokoh pro-demokrasi untuk mendapatkan dukungan atas berbagai kebijakannya mengenai TNI ataupun penanganan kasus separatisme yang melibatkan TNI.
Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor Timur, adalah soal integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu perbaikan ekonomi.
Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid: Kebijakan-kebijakan pada masa GusDur dan perubahan politik:
*      Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
*      Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
*      Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur. Masalah yang ada yaitu :
a.    Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
b.   Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
c.    Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, POLRI dan partai politik serta masyarakat, sehingga dekrit tersebut malah mempercepat jatuhnya Gusdur dari kepresidenan dan melalui siding istimewa 3 JUli 2001 beliau resmi berhenti sebagai persiden RI.
3.      Pemerintahan Megawati Soekarno Putri
Megawati juga secara ekstensif melakukan kunjungan ke luar negeri. Sebagai presiden, perubahan politik yang dilakukan Megawati antara lain mengunjungi Rusia, Jepang, Malaysia, New York untuk berpidato di depan Majelis Umum PBB, Rumania, Polandia, Hungaria, Bangladesh, Mongolia, Vietnam, Tunisia, Libya, Cina dan juga Pakistan. Presiden Megawati menuai kritik dalam berbagai kunjungannya tersebut, baik mengenai frekuensi ataupun substansi dari berbagai lawatan tersebut. Diantaranya adalah kontroversi pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikpoter dari Rusia yang merupakan buah dari kunjungan Megawati ke Moskow.
Selain berbagai kunjungan formal tersebut, politik luar negeri Indonesia selama masa pemerintahan Megawati juga dipengaruhi beragam peristiwa nasional maupun internasional. Peristiwa serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pemboman di Bali 2002 dan hotel JW Marriott di Jakarta tahun 2003, penyerangan ke Irak yang dipimpin Amerika Serikat dan Ingrris dan juga operasi militer di Aceh untuk menghadapi GAM merupakan beberapa variabel yang mewarnai dinamika internal dan eksternal Indonesia.
Variabel tersebut membawa persoalan turunan yang rumit. Misalnya, perang melawan terorisme di satu sisi mengharuskan Indonesia untuk membuka diri dalam kerjasama internasional. Di sisi lain, peristiwa ini juga menjadi isu besar mengenai perlindungan terhadap kebebasan sipil di tengah proses demokratisasi, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa negara akan mendapatkan momentum untuk mengembalikan prinsip security approach di dalam negeri.
Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa diplomasi Indonesia kembali menjadi aktif pada masa pemerintahan Megawati. Dalam pengertian bahwa pelaksanaan diplomasi di masa pemerintahan Megawati kembali ditopang oleh struktur yang memadai dan substansi yang cukup. Di masa pemerintahan Megawati, Departemen Luar Negeri (Deplu) sebagai ujung tombak diplomasi Indonesia telah melakukan restrukturisasi yang ditujukan untuk mendekatkan faktor internasional dan faktor domestik dalam mengelola diplomasi. Artinya, Deplu memahami bahwa diplomasi tidak lagi hanya dipahami dalam kerangka memproyeksikan kepentingan nasional Indonesia keluar, tetapi juga kemampuan untuk mengkomunikasikan perkembangan dunia luar ke dalam negeri. Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati yaitu :
*   Memilih dan Menetapkan Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
*   Membangun tatanan politik yang baru Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
*   Menjaga keutuhan NKRI Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
*   MelanjutkanamandemenUUD1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
*   Meluruskan otonomi daerah Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
Masalah yang terjadi pada masa pemerintahan megawati yaitu antara indonesia dengan malaysia peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan. Dan ini yang terjadi terhadap struktur kepemilikan wilayah indonesia.
4.      Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
*      Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
*      Konversi minyak tanah kegas.
*      Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
*      Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
*      Buy back saham BUMN Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil. Subsidi BBM.
*      Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
*      Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
*      Pemberian bibit unggul pada petani.
*      Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada pada pemerintahan SBY yaitu:
a)      Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
b)      Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
c)      Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
d)     Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
e)      Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
f)       Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpuan
Paradigma adalah cara orang melihat diri mereka sendiri dan lingkungan yang akan mempengaruhi pemikiran (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, disiplin intelektual.
Sedangkan Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mnedasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup) manusia. Oleh kerena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudka
Pembangunan politik adalah upaya mengembangkan kapasitas-kapasitas sistem politik dengan menggunakan pendekatan pembangunan. Tujuannya adalah agar sistem politik mampu memelihara dirinya sendiri.
konsep pembangunan politik dikatakan mempunyai konotasi secara geografis, derivatif, teologis dan fungsional terdiri dari Pembangunan (1)  politik secara geografis, (2) Pembangunan politik secara,(3) Pembangunan politik secara teologis, (4) Pembangunan politik secara fungsional.sedangkan pada Tahap-tahap pembangunan politik dalam mengembangkan politiknnya yaitu: Politik Unifikasi Primitif, Politik Industrialisasi, Politik Kesejahteraan Nasional, Politik Berkelimpahan
Pada proses perkembangan selanjutnya, pembangunan politik memiliki ruang lingkup yang sangat luas,antara lain: pembangunan sistem politik, pembangunan ideologi politik, pembangunan komunikasi politik, pembangunan sistem pemilihan umum, pembangunan partisipasi masyarakat, pembangunan pers, pembangunan aparat administrasi pemerintahan sebagai penyelenggara politik, pembangunan nasionalisme politik, dan pembanguna manajemen politik.Hal ini menandakan bahwa pembanguan politik di indonesia  masa pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang cenderung lebih demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi.
pada Pola Perubahan Politik di Indonesia sangat berbeda pada tiap-tiap masing-masing pemimpin menerapkan Kebijakan-kebijakan politik pada tiap masa ini dilihat mulai dari pemerintahan Habibie sampai pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
3.2  Saran
Untuk menciptakan negara yang maju pada proses pembangunan pemimpin harus memahami apa yang sebagaimana terkandung pada pancasila serta bagaimana cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat serta upaya mengembangkan kapasitas-kapasitas sistem politik dengan menggunakan pendekatan pembangunan.














DAFTAR PUSTAKA

Agus, Sryono. 2001. Ekonomi Politik Pembangunan dalam Perspektif Teori Ilmu Sosial.                Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Aldi Helmi Putra. 2013.http://ardihelmi14.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-                     paradigma-pembangunan.html.(Diakses pada 28 Januari 2016).
Alkostar, Artidjo dan M.sholeh Amin. 1986. Pembanguna Hukum dalam Prospektif Politik Hukum Nasional, Jakarta : CV Rajawali.
anas khoirur roziqin. 2013 http://khoiruranas17.blogspot.co.id/2013/11/pembangunan-politik.html.(Diakses pada 28 Januari 2016).
Budiardjo, Miriam. Prof. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Elanurlaela. 2011 http://elanurlaela.blogspot.com/2011/03/pengertian-paradigma.html. (Diak ses pada 28 Januari 2016).
Kaelan. 2010Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma.
Kantaprawira, Rusadi.1988. Sistem Politik Indonesia, Bandung : Sianr Baru Offset
Sudarsono, Juwono.1982. Pembangunan Politik dan Perubahan Politik. Jakarta: PT Gramedia Jakarta.
Tjokrowinoto, M. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yahya Muhaimin, dan Colin McAndrews.1995. Masalah-masalah Pembangunan Politik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

No comments:

Post a Comment

Manajemen dan Audit Lingkungan Artikel ISO 14001 Sebagai Pengelolaan Lingkungan Standar

1.1 Latar B e la k a n g   Untuk   mem e nuhi k e butuhan k e hidupan manusia mem e rluk a n sumb e rd a y a a lam, b e r...