MAKALAH
PARADIKMA PEMBANGUAN DAN
POLITIK PEMBANGUNAN
OLEH :
RISAL GUNAWAN
F1B3 14 012
PROGRAM
STUDI TEKNIK TAMBANG KONS REKAYASA SOSIAL
TAMBANG
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Sosiologi, Pembangunan,
dan Politik”. Kemudian shalawat beserta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sosiologi, Pembangunan,
dan Politik di program studi Teknik Tambang
Rekayasa Sosial Tambang Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. Selanjutnya
penulis mengucapkan kami sampaikan kepada dosen yang
telah memberikan bimbingannya kepada kami dan kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kendari,
28 Januari
2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL......………………………………………………………………….…..i
KATAPENGANTAR………..…...……………………………………………………......... ii
DAFTAR
ISI…………….....……………………………………………………….…….….iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………...……………………………………...........….….……….1
1.2 Rumusan Masalah…….………………………………………….......…................2
1.3 Tujuan ...……….…………………………………………..………....................…2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Paradikma
Pembangunan.……………………………………...…….......….........4
2.2 Pembangunan Dan Distorted Development.……………………………………...5
2.3 Perkembangan
Paradigma Pembangunan.………..………………………………7
2.4 Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan……………………………………12
2.5 Pembangunan Politik.………………………………………….......….................18
2.6 Konsep Pembangunan Politik...........................................................................22
2.7 Tahap-tahap
pembangunan politik…………................…………………………23
2.8 Ruang Lingkup Pembangunan Politik……...........………………………………24
2.9
Pola
Perubahan Politik di Indonesia……………..............………………………25
BAB
IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………...…………………………….….32
3.2
Saran……………………………………………...……………………………....33
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan
sebagaimana realita pada umumnya, menjadi kegiatan untuk membangun dirinya
sendiri yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan. Pembangunan
seringkali menjadi semacam alat kepentingan bagi rezim pemerintahan yang
berkuasa. Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamannya, baik
pengalaman sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menentukan
interpretasi mereka tentang pembangunan. Namun, karena pengalaman suatu bangsa
yang mempengaruhi kesadaran tersebut selalu berkembang dinamis, maka
interpretasi mereka tentang pembangunan tidaklah statis dan mendeg. Melalui
mata rantai perumusan dan demistifikasi paradigma pembangunan, terjadilah
pergeseran-pergeseran paradigma tadi.
Paradigma
pembangunan yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional
dapat saja terjadi proses demistifikasi, digantikan oleh paradigma-paradigma
baru yang bermunculan. Melalui proses ini, timbullah pergeseran-pergeseran
paradigma pembangunan mulai dari paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi
murni, paradigma kesejahteraan, paradigma neo-ekonomi, paradigma dependensia,
sampai ke paradigma pembangunan manusia.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara
bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan Nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam
meningkatkana harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam UUD
1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : “ melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia.” hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum formal
atau rumusan “ memjaukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa “ hal
ini dalam pengertian negara hukum material. Yang secara keseluruhan sebagi
menifestasi tujuan khusus atau nasional. Adapun selain tujuan nasional juga
tujuan internasional (tujuan umum) “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini
diwujudkan dalam tata masyarakat internasional
Kecenderungan
negara-negara berkembang untuk meniru negara-negara maju tersebut, seringkali
dilakukan dengan cara mengambil unsur-unsur yang baik-baik saja tanpa
mempertimbangkan faktor ekologi yang melatar belakangi prestasi negara-negara
maju yang sesungguhnya dicapai melalui waktu berabad-abad dengan perjuangan
kerja keras dar bangsanya untuk mencapai prestasi. Keinginan imitasi inilah
yang dalam beberapa dasa warsa terakhir ini telah mendorong akselerasi tempo
pergeseran paradigma pembangunan di negara-negara berkembang.
Dalam pembangunan politik ada beberapa konsep
yang perlu di pahami, antara lain konsep perubahan, konsep
pembangunan dan konsep modernisasi politik.
Perubahan politik dapat diartikan sebagai terjadinya perbedaan karakteristik
dari suatu sistem politik ke sistem politik lain.Dalam konsep pembangunan
politik mempunyai konotasi secara geografis, derivatif, teologis dan
fungsional.Pembangunan politik sendiri, bisa digunakan sebagai prasyarat
politik bagi pembangunan ekonomi, modernisasi politik, segi proses perubahan
sosial yang multidimensi dan lain sebagainya.
Pada proses
perkembangan selanjutnya, pembangunan politik memiliki ruang lingkup yang
sangat luas,antara lain: pembangunan sistem politik, pembangunan ideologi
politik, pembangunan komunikasi politik, pembangunan sistem pemilihan umum,
pembangunan partisipasi masyarakat, pembangunan pers, pembangunan aparat
administrasi pemerintahan sebagai penyelenggara politik, pembangunan
nasionalisme politik, dan pembanguna manajemen politik.Hal ini menandakan bahwa
pembanguan politik di indonesia masa
pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang
cenderung lebih demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan
di buatnya makalah ini dapat di lihat sebagai berikut :
Apa yang dimaksud Paradikma Pembangunan ?
Apa itu Pembangunan dan
Distorted Development ?
Bagaimana Perkembangan
Paradigma Pembangunan ?
Apa yang dimaksid Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan ?
Apa yang dimaksud Pembangunan Politik ?
Apa Konsep Pembangunan Politik ?
Bagaimana Tahap-tahap
pembangunan politik ?
Apa
saja Ruang Lingkup Pembangunan
Politik ?
Bagaimana Pola Perubahan Politik di Indonesia ?
1.3 Tujuan
Tujuan di buatnya makalah ini dapat dilihat
sebagai berikut :
Untuk Mengetahui Paradikma
Pembangunan
Untuk Mengetahui Pembangunan dan Distorted Development
Untuk Mengetahui Perkembangan
Paradigma Pembangunan
Untuk Mengetahui Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Untuk Mengetahui Pembangunan Politik
Untuk Mengetahui Konsep Pembangunan Politik
Untuk Mengetahui Tahap-tahap
pembangunan politik
Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Pembangunan Politik
Untuk Mengetahui Pola Perubahan Politik di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Paradikma Pembangunan
1.
pengertian
paradikma secara umum
Paradigma adalah cara
orang melihat diri mereka sendiri dan lingkungan yang akan mempengaruhi pemikiran
(kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (konatif). Paradigma juga dapat
berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktik yang diterapkan
dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, disiplin
intelektual.
Paradigma Kata itu
sendiri berasal dari Inggris abad pertengahan yang merupakan kata pinjaman dari
bahasa Latin pada 1483, yang berarti bahwa paradigma model atau pola;
Paradeigma Yunani (yang + deiknunai) yang berarti “membandingkan”, “berdampingan”
(para) dan show (deik).
Paradigma juga diartikan sebagai pola
atau model atau cara pandang terhadap suatu persoalan yang di dalamnya terdapat
sejumlah asumsi tertentu, teori tertentu, metode tertentu dan pemecahan masalah
tertentu. Paradigma yang satu dengan paradigma yang lain tidak dapat disamakan
maupun dipersatukan, tetapi dapat diperbandingkan. Dalam pelaksanaan
pembangunan di negara-negara berkembang tidak terlepas pula dari teori-teori
pembangunan yang dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan
maupun menilai dan mengukur kinerjanya.
Paradigma merupakan
elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan
paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma
dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan
kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu
banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga
menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut.
2.
Pengertian Paradigma Menurut Para Ahli
Pengertian paradigma
menurut Patton(1975), “A world view, a general perspective, a way of breaking down of the complexity of the real
world” (suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk
menguraikan kompleksitas dunia nyata).
Pengertian paradigma
menurut Robert Friedrichs(1970), “suatu pandangan yang mendasar dari suatu
disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari.”
Pengertian paradigma
menurut George Ritzer (1980), “pandangan yang mendasar dari para ilmuwan
tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah
satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan.” Lebih lanjut Ritzer mengungkapkan
bahwa paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari,
persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana harus menjawabnya, serta
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang
harus dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan
tersebut.
Masterman sendiri
merumuskan paradigma sebagai pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi
pokok persoalan yang dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its
subject matter). Pengertian paradigma
menurut Masterman diklasifikasikan dalam 3 pengertian paradigma :
1.
Paradigma
metafisik yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat kajian ilmuwan.
2.
Paradigma
sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial masyarakat atau penemuan
teori yang diterima secara umum.
3.
Paradigma
konstrak sebagai sesuatu yang mendasari bangunan konsep dalam lingkup tertentu,
misalnya paradigma pembangunan, paradigma pergerakan dll.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa paradigma
merupakan berbagai bentuk pandangan yang mendasar yang dilakukan seseorang
untuk dijadikan sebagai pokok dalam menjawab persoalan yang harus dijawab serta
dapat merumuskan apa yang seharusnya dipelajari.
2.2
Pembangunan dan Distorted Development
Istilah “Pembangunan” dewasa ini digunakan secara
luas. Hampir semua orang mengaitkannya dengan proses perubahan ekonomi yang
langsung lewat industrialisasi. Istilah inipun mengisyaratkan suatu proses
perubahan sosial akibat urbanisasi, pengambilan gaya hidup modern dan
perilaku-perilaku lainnya. Lebih jauh lagi pembangunan memiliki konotasi
kesejahteraan yang menunjukkan bahwa pembangunan memperkuat pemasukan
masyarakat dan meningkatkan derajat pendidikan, kondisi perumahan dan status
mereka. Namun di antara berbagai makna ini, konsep pembangunan paling sering
diasosiasikan dengan perubahan ekonomi. Hampir semua orang mengartikan
pembangunan dengan kemajuan ekonomi.
Para pengecam yang berpendapat pesemis akan
mempersoalkan hal-hal yang positif dengan segala pembenarannya. Mereka mencatat
bahwa kemiskinan yang membelit masih menjadi karakter berjuta-juta orang di Afrika,
Asia dan Amerika Latin. Kondisi-kondisi perumahan di banyak kota di negara
dunia ketiga masih amat menyedihkan, hantu kelaparan masih mengganggu jutaan
penduduk desa, anak-anak jalanan membanjiri jalan raya, banyak sekali pemuda
yang meniggal dalam usia muda dan masih sangat banyak eksploitasi tenaga kerja
dewasa maupun anak-anak. Banyak orang biasa melihat bahwa di negara-negara
industrial makmur sekalipun, masih belum terselesaikan masalah gelandangan,
pelacuran dan lain-lain di pusat kota, mereka yang percaya bahwa pada abad ini
hanya sedikit terjadi kemajuan sosial, akan mencatat bahwa bencana perang terus
merenggut nyawa jutaan orang dan mengamati bahwa banyak penguasa diktator yang
masih bercokol menguasai negara dalam jangka waktu yang panjang.
Gejala kemiskinan yang masih bertahan di tengah
riuhnya kemakmuran ekonomi adalah salah satu masalah paling problematis dalam
pembangunan dewasa ini. Di berbagai belahan dunia, pembangunan ekonomi tidak
disetai oleh tingkat kemajuan sosial yang sesuai. Gejala ini sering disebut
sebagai pembangunan yang terdistorsi (Distorted Development). Pembangunan
terdistorsi muncul dalam masyarakat, dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti
oleh pembangunan sosial yang setaraf. Di negara-negara tersebut masalahnya bukan
tidak ada pembangunan ekonomi, melainkan lebih pada gejala-gejala menyelaraskan
tujuan-tujuan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dan kegagalan untuk
memberi jaminan bahwa hasil-hasil kemajuan ekonomi dapat disebar merata di
masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa meskipun tingkat
pembangunan ekonominya tinggi, ternyata kondisi pembangunan terdistorsi juga
terjadi dalam skala yang mengejutkan di negara-negara industrial seperti
Inggris dan AS. Di kedua negara ini pembangunan ekonomi tidak berhasil mengikis
kemiskinan dan memberi kesejahteraan secara merata. Ini bukan berarti bahwa
tidak ada kemajuan sosial sama sekali di kedua negara tersebut. Tidak dapat
dipungkiri bahwa standar hidup di kedua negara tersebut cukup tinggi.
Permasalahannya adalah bahwa segmen-segmen masyarakat tertentu masih belum
menikmati petumbuhan ekonomi itu. Di negara ini masalah pembangunan terdistorsi
paling terlihat pada daerah-daerah kumuh di pusat kota dan masyarakat miskin di
pedesaan. Pusat-pusat kota semakin rusak, tidak hanya secara fisik melainkan
juga secara sosial. Di sana terdapat kemiskinan, pengangguran, kejahatan,
pecahnya keluarga, penggunaan obat terlarang dan gejala kemerosotan sosial
lainnya.
Di samping itu penindasan terhadap kaum wanita dan
kerusakan lingkungan juga merupakan akibat kondisi pembangunan terdistorsi. Di
negara dunia ketiga. Seperti disebut di atas, relatif sedikit negara dunia
ketiga yang tidak atau sedikit mengalami pertumbuhan ekonomi sejak perang dunia
II. Namun di kebanyakan Negara, proses pembangunan yang mengalami distorsi
sangat besar. Contoh paling dramatis adalah Amerika Latin, dimana tingkat
pertumbuhan ekonomi sangat mengesankan namun kemiskinan dan kemerosotan
tidaklah berkurang. Contoh pembangunan terdistorsi juga ditemukan di Afrika dan
Asia, khususnya di negara-negara dimana kemakmuran ekonominya dicapai lewat
eksploitasi sumber daya alam.
Masyarakat yang mengalami pembangunan yang
terdistorsi akan berbeda dengan masyarakat dimana terdapat kesinambungan yang
lebih baik antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Negara Eropa
seperti Austria, Swedia dan Swiss dewasa ini memiliki taraf kehidupan paling
tinggi di dunia bukan semata-mata karena pencapaian ekonomi, melainkan karena
usaha-usaha sistematis untuk meningkatkan pembangunan sosial. Masalah
pembangunan terdistorsi juga telah berkurang di beberapa negara berkembang
seperti Costarica, Singapura dan Taiwan dimana upaya-upaya sistematis telah
mempercepat perkembangan ekonomi sosial. Meskipun negara-negara ini bukan utopi,
artinya bebas dari masalah-masalah dan ketegangan sosial, namun mereka bisa
menjamin bahwa pembangunan ekonomi telah dibarengi dengan komitmen yang riil
terhadap pembangunan sosial. Namun, bagaimanapun negara-negara tersebut hanya
sedikit dan masalah-masalah pembangunan terdistorsi dewasa ini masih meluas
terutama di dunia ketiga. Pembangunan terdistorsi juga menjadi sebuah masalah
serius di negara Eropa Timur yang baru terliberalisasi serta bekas negara Uni
Soviet. Untuk memecahkan masalah pembangunan terdistorsi, diperlukan
langkah-langkah yang mendukung pembangunan ekonomi dan sekaligus menjamin bahwa
pembangunan sosial mendapat prioritas yang tinggi.
2.3 Perkembangan Paradigma
Pembangunan
Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap
suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan
dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai
peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini
paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi:
pertama diawali dengan paradigma pertumbuhan (growth paradigm), kedua
pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigma kesejahteraan (welfare
paradigm), ketiga adalah paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia
(people centered development paradigm). Paradigma pembangunan pada suatu waktu
tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu
negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan
kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas
hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat adalah merupakan salah satu
perwujudan good governance.
Berikut akan diuraikan secara berturut-turut
beberapa paradigma pembangunan mulai dari strategi pertumbuhan, pertumbuhan
dengan pemerataan teknologi tapat guna, kebutuhan dasar pembangunan,
pembangunan berkelanjutan, konsep pemberdayaan, dan paradigma pembangunan
berpusat pada manusia (Agus Suryono 2001).
1. Strategi
Pertumbuhan (Growth Strategy)
Melalui pendekatan ini, memang pada akhirnya banyak
negara berkembang telah terbukti berhasil menngkatkan akumulasi kapital dan
pendapatan perkapitalnya. Namun keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang
negatif, terutama dampak sosial dan lngkungan hidup. Momentum pertumbuhan yang
dicapai dengan pengorbanan besar ini misalnya, pengrusakan ekologis lingkungan,
penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan munculnya
tingkat ketergantunagan negara berkembang kepada neagara maju, akhirnya memetik
kritik tajam dari beberapa kelompok pemikir yang ditujukan pada paradigma ini
misalnya dari Massachu setts Institute of
Technology and Club of Rome yang memperingatkan bahwa jika laju pembangunan
dunia dan pertumbuhan penduduk tetap dbiarkan seperti ini, maka lambat atau
cepat akan terjad kehancuran total sistem planet bumi.
Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setingginya
seringkal mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan
kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dlaksanakan melalui central imposed blueprint plan yang
dirumuskan oleh para teknorat terhadap alokasi sumber-sumber pembangunan
cenderung sentralistik dan mengintervensi potensi masyarakat dan
menumbuhkanhubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Karenanya sifat
menjad dis-empowering dan kurang menekankan pada kemampuan masyarakat itu
sendri untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat ditanggulangi
melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju
pertumbuhan ekonomi, usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian
pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk.
2. Pertumbuhan
Dengan Pemerataan (Growth With Distribution)
Strateg ini untuk pertama kali dikemukakan oleh
Singer (1972) dalam sebuah kertas kerja untuk misi lapangan kerja ILO ke Kenya.
Growth With Distribution menggambatkan
empat pendekatan pokok yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan golongan miskn, antara lain :
a.
Meningkatkan laju
pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan
mengalokasikan sumber-sumber daya secara lebih efisien, yang memanfaatnya dapat
dinkmati oleh semua golongan masyarakat.
b. Mengalihkan
investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan, menyediakan kredit,
fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya.
c.
Mendistribusikan
pendapatan atau konsumsi kepada golonagan miskin melalui sistem fiskal atau
melalui alokasi barang-barang konsumsi secara langsung.
d. Pengalihan
harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya
melalui land reform.
3. Teknologi Tepat Guna
(Appropriate Technology)
Pendekatan
ini diyakini lebih sesuai untuk negara-negara berkembang karena melalui
teknologi tepat guna ini maka sumber-sumber daya lokal yang tersedia dapat
dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan penduduk.
Misi
teknologi tepat guna ini adalah mengurangi pengangguran melalui perluasan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas
kerja, meningkatkan dinamika dan kreatifitas masyarakat dalam berfikir dan
bekerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu menerima perubahan dan
pembaharuan teknologi, dan melatih sikap mandiri.
Namun
demikian, pendekatan ini pun pada akhirnya juga dianggap tdak dapat memuaskan
usaha-usaha penciptaan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan nasional dalam
rangka mengurangi jurang kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini disebabkan antara lain,
keterbatasan pengembangan teknologi tepat guna di negara sedang berkembang yatu
:
a. Tidak
adanya institusi yang secara khusus bertugas untuk mengembangkan teknologi
tepat guna.
b. Selisih
harga yangcukup besar antara teknologi impor dengan menciptakan sendiri
teknologi baru di dalam negeri, dimana teknologi impor lebih murah dibanding
dengan membuat sendiri di dalam negeri.
c. Sistem
nilai yang tidak mendukung, dimana para peneliti dan praktisi lebih suka
bekerja dengan teknologi tinggi dari pada menggunakan teknologi madya, walaupun
teknolog sederhana sudah diketahui secara luas akan dapat menampung tenaga
kerja yang lebih banya dan ramah linkungan.
4. Kebutuhan
Dasar Pembangunan (Basic needs Development)
Konsep
dasar pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi penduduk yang
tergolong miskn. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada
hanya pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga kemudahan akses pada
pelayanan air bersih, sanitasi, transport, kesehatan, dan pendidikan. Selama
penduduk miskin sebagian besar terdapat di daerah pedesaan, maka pendekatan
basic needs ini kemudian menjadi tekanan dan unggulan dari pembangunan desa.
Pada
pertengahan 1970-an, pendekatan ini sangat populer dan telah mengesankan citra
lain dari pembangunan yang dilakukan pada tahun1960-an yang lebih digerakkan
oleh mitos-mitos pertumbuhan. Pada akhir 1970-an, “basic needs strategy” telah
dianggap “kenangan masa lampau” dengan catatan-catatan besar yang menekankan
pentingnya pembangunan di pedesaan, namun tak satupun yang dapat dihasilkan.
5. Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development)
Ide
dasar dari konsep ini bermula dari “The Club of Rome” pada tahun 1972, yakni
sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu teknik, dan
ilmuwan se-eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen penting mengenai
keprihatinan terhadap lingkungan. Pesan penting dari dokumen tersebut
diantaranya, bahwa sumber daya alam telah berada pada suatu tingkat
ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan pertumbuhan
penduduk dan ekonomi.
Sustanable
diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini
tanpa merugikan kebutuhan generasi masa datang. Resiko dan konsekuensi dari
setiap pembangunan saat ini hendaknya jangan semuanya diwariskan pada generasi
mendatang, melainkan harus dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang
dan generasi mendatang.
6. Konsep Pemberdayaan (Empowerment Concept)
Konsep
empowerment sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya
memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok
masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung, melalui
partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung.
Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokalitas, sebab civil society akan
lebih siap diberdayakan melalui isu-isu lokal.
Konsep
ini muncul karena adanya dua hal yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang
dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi
masalah kemiskinan dan linkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul
karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai
demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi
yang memadai.
7. Pembangunan Berpusat pada Manusia (People
Centre Development)
Belajar
dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara berkembang
penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)
didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development)
yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan
sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor
kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan
keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang
berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi
pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi
aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, kemandirian dan etos kerja.
Fokus
perhatian dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini (people
centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth),
kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability).
Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced
human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang
kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia
(Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1996).
Paradigma
ini yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah:
a.
Pelayanan sosial (social service);
b. Pembelajaran sosial
(social learning);
c. Pemberdayaan (empowerment);
d. Kemampuan (capacity);
e. Kelembagaan (institutional
building)
2.4 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala
aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh karena hakikat
nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai
pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa
Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup)
manusia. Oleh kerena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui
pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional
untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar
hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis”
meliputi susunan kodrat manusia. Rokhani (jiwa) dan raga sifat kodrat manusia
manusia makhluk individu dan makhluk sosialserta kedudukan manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena pembangunan nasional sebagai upaya peraksis untuk mewujudkan tujuan
tersebut. Maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia
“”monopluralis” tersebut.
Konsekuensinya dalam relisasi pembangunan nasional
dalam berbagai bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia
secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut.
Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rokhani) yang mencakup
akal, rasa, dan kehendak aspek raga (jasmani), aspek individu aspek makhluk
sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian pada
gilirannya di jabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik,
ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi
serta bidang kehidupan agama.
1.
Pancasila
Sebagai Paradigma Membagun Masyarakat Madani
Pancasila sebagai paradigma membangun masyarakat
madani pada hakikatnya telah terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang terdiri
dari dua tujuan utama, yaitu tujuan kedalam dan tujuan keluar. Tujuan kedalam
antara lain:
a.
Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah darah Indonesia.
b.
Memajuakn kesejahteraan umum
c.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan kedalam diatas merupakan tujuan negara hukum
material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional.
Sedangkan tujuan keluar yang merupakan tujuan umum atau internasional adalah
“ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma membangun
masyarakat madani mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek
pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila
yang lahir dari hasil eksplorasi kebiasaan hidup bangsa Indonesia yang teruji
oleh perjalanan sejarah yang sangat panjang. Alhasil, Pancasila adalah bentuk
miniatur sejarah hidup bangsa indonesia yang di terima oleh seluruh bangsa yang
majemuk.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat
kemanusiaan. Hakikat menusia menurut pancasila adalah makhluk monopluralis.
Kodrat manusia minopluralis tersebut memiliki bebrapa ciri, antara lain:
a. Susunan
kodrat manusia terdidri atas jiwa dan raga.
b.
Sifat kodrat manusia sebagai
individu sekaligus sosial
b) Kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan konteks diatas, maka pembangunan nasional diarahkan sebagai
upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,
pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya memajukan Indonesia secara
komprehensif. Pengembangan sosial harus mampu
mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan.
Namun banyak juga di antara rakyat sederhana dan tak berkuasa acap kali
harus mngalami bagaiman pembangunan merampas tenaga, tanah, rumah dan lain
harta bendanya yang sederhana saja dan menghilangkan pencarian nafkahnya.
Contoh akan ketidak adilan dan kesewenang-wenangan itu itu mengakibatkan rakyat
banyak menjadi curiga dan sinis terhadap pembangunan.
2. Pancasila Sebagai Paradigama Pengembangan Kehidupan Beragama
Pancasila terutama pancasila yang petama menegaskan
bahwa Indonesia adalah negara yang beragama bukan negara agama. Setiap warga
negara harus beragama dan memiliki kewajiban menjalankan keberagamaannya secara
konsisten (taat). Ini berarti seluruh warga negara diberi kebebasan
seluas-luasnya menganut agama dan
menjalankan berbagai kegiatan agama dan ibadahnya. Sebaliknya, negara
tidak menjamin warga negara yang tidak beragama untuk hidup dan berkembang di
bumi Indonesia.
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang
fundamental bagi bangsa indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama
di negara Indonesia. Dalm pengertian ini maka menegaskan dalam UUD 1945 bahwa
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini berarti bahwa kehidupan
yang ada dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai ketuhanan.
Para penganut agama di jamin oleh negara untuk
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai bentuk implementasi ritual dan
ibadahnya. Sebagai bentuk tanggung jawab negara, pemerintah bahkan telah
mengagendakan secara proporsional seluruh kegiatan mereka dalam jadwal kalender
nasional setiap tahun.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Penyeimbang IPTEK dan IMTAQ
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakikatnya merupakan suatu
hasil kreatifitas rohani manusia, unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek
akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam
hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang etnis, dan kehendak dalam
bidang moral (etika). Tujuan yang esensialdari iptek adalah demi kesejahteraan
manusia, sehingga iptek pada hakikatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh
nilai.pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada
moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya semua upaya
peningkatan nilai keimanan dan ketakwaan (IMTAQ) kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila juga merupakan pegangan dan pedoman dalam usaha ilmu pengetahuan,
yang telah mulai pula dipikirkan tentang arti dari nilainya dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, lagi pula telah
di mulai ditinjau dalam bentuk serta cara yang bagaimana untuk dapat
dipergunakan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berilmu pengetahuan,
dalam hal mana, perlu diulangi lagi yang dalam uraian tadi telah dikemukakan,
dipegang teguh unsur kenyataan, syarat mutlak bagi usaha ilmu pengetahuan.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
memberikan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan adalah menciptakan keseimbangan
antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila
ini ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan
tetapi juga memikirkan apa manfaat serta dampaknya di lingkungan sekitar.
Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, memberikan dasar-dasar nilai morallitas bahwa manusia dalam
mengembangkan iptek harus memiliki sikap sopan santun (Akhlaqul Karimah),
rendah hati dan tidak sombong serta berpola pikir (mind-sett) untuk kemajuan peradaban bangsa Indonesia.
Sila persatuan indonesia, memberikan
makna universitas dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang
lain. Artinya pengembangan iptek hendaknya tetap dapat ditumbuhkembangkan rasa
nasionalisme, kebanggaan dan kebesaran hati menjadi bagian dari dari bangsa
Indonesia serta menjaga keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di
dunia.
Ila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.mendasari pengembangan
iptek secar demikratis. Artinya setiap ilmuan memiliki kebebasan mengembangkan
iptek, namun juga harus menghormati dan menghargai kebebasan dan karya orang
lain serta harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang
maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lain.
Sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, memberikan arti bahwa pengembangan iptek haruslah menjaga
keseimbangan dan berkeadilan dalm kehidupan kemanusiaan. Artinya, keseimbangan
dan berkedilan tersebut dimasukkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta dengan alam lingkungannya.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan di bidang politik harus mendasarkan dasar ontologis
manusia.hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai
objek negara, oleh karena itu kehidupan politik dalam negara harus benar- benar
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntunan hak dasar
kemanusiaan yang didalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi
manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusiaan sehingga
sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin atas hak-hak
tersebut.
Dalm sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber
pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-makhluk sosial yang terjelma
sebagai rakyat. Maka rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Oleh karena
itu kekuasaan negara harus berdasarkan kekuasaan rakyat bukannya kekuasaan
perseorangan atau kelompok.
Selain sistim politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas
politik negara. Telah diungkapkan oleh para pendiri Majelis Permusyawaratan Rakyat,
misalnya Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “ negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” . hal ini menurut Moh.
Hatta agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan
kekuasaan, oleh karena itu dalam politik negara termasuk para elit politik dan
para penyelenggara negara untuk memegang budi pekerti kemanusiaan serta
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Dalam dunia ekonomi jarang ditemukan pakar ekonomi yang mendasarkan
pemikiran pengembangan ekonomi atas
dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan. Sehingga lazim nya pengembangan
ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan akhirnya yang kuatlah yng menang.
Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekonomi pada akhir abad ke 18
menimbulkan ekonomi kapitalis. Atas dasr kenyataan objektif inilah maka di
eropa pada awal abad ke -19 muncullah pemikiran sebagai reaksi atas
perkembangan ekonomi tersebut yaitu sosialisme komunisme yang memeperjuangkana
nasib proletar oleh kaum kapitalis. Oleh karenanya itu kiranya menjadi sngat
penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem ekonomi yang mendasarkan pada
moralitas humanistik, ekonomi yang berkemanusiaan.
Atas dasar kenyataan tersebut oleh karena itu mubyarto kemudian
mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistik yang
mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan
ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya
mengejar pertumbuhan saja namun demi
kemanusiaan, dan demi kesejahteraan seluruh bangsa. Maka sistem ekonomi
Indonesia mendasarkan pada kekeluargaan seluruh bangsa. Pengembangan ekonomi
tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan (Mubyarto,1999).hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi adalah untuk kesejahteraan
kemanusiaan.
6. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila
bertolak dari hakikat dan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang pada sila kemanusiaan yang adila dan beradab. Oleh karena itu,
pembngunan sosial budaya harus mampu meningkatkan
harkat dan martabat manusia, yakni menjadi manusia berbudaya dan beradab.
Pembnagunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam,
brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia
adil dan berdab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus
mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan
dirinya dari tingkat homo menjadi human. Manusia akan memiliki kehormatan, jika
mampu menempatkan kemanusiaannya dalam seluruh aspek kehidupannya secara
proporsional.
Berdasarkan sila perstuan Indonesia, pembngunan sosial budaya dikembangkan
atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial budaya yang beragam di seluruh
wilayah nusantara menuju tercapainya rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa
yang Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu dalam implementasinya perlu ada
pengakuan dan penghargaan terhadap seluruh aset budaya kehidupan sosial yang
ada dalam berbagai kelompok suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) di Indonesia.
Aset budaya kelompok satu dengan budaya yang lainnya memiliki kedudukan yang
sama dalam aspek apapun. Denagn pembagunan sosial budaya tidak menciptakan
kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidak adilan sosial.
Bentuk aktualisasi pncasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya
yang humanis adalah baha setiap individu bangsaharus menyadari sepenuhnya bahwa
manusia di mata Tuhan adalah sama.
7. Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Negara pada
hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga
Negara maka diperlukan peranturan perundang-undangan Negara, baik dalam rangka
mengatur ketertiban warga maupun dalam
rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena itu Negara bertujuan melindungi
segenap wilayah Negara dan bangsanya. Atas dasar pengertian demikian ini maka
keamanan merupakan syarat ,mutlak tercapainya kesejahteraan warga Negara.
Adapun demi tegaknya integritas seluruh masyarakat Negara diperlukan suatu
pertahanan Negara. Untuk itu diperlukan aparat keamanan Negara aparat penegak
hokum Negara.
Oleh karena Pancasila sebagai dasar
Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka
pertahan dan keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan
martabat manusia sebagai pendukung pokok Negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang
beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan Negara. Dengan
demikian pertahanan dan keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi
terjaminnya harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci terjaminnya
hak-hak asasi manusia. Pertahan dan keamanan bukanlah untuk kekuasaan sebab
kalau demikian sudah dapat dipastikan akan melanggar hak asasi manusia.
Demikian pula pertahan dan keamanan
Negara bukanlah hanya untuk sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu,
sehingga berakibat Negara menjadi totaliter dan otoriter. Oleh karena itu
pertahan dan keamanan Negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila. Pertahanan dan keamanan Negara harus mendasarkan
pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan
yang Maha Esa (Sila Indonesia dan 11). Pertahanan dan keamanan Negara haruslah
mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga dalam seluruh warga sebagai
warga Negara (Sila 111). Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak-hak
dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila 1V) dan akhirnya
pertahanan dan keamanan haruslah diperuntukan demi terwujudnya keadilan dalam
hidup masyarakat (terwujudnya suatu keadilan social) agar benar-benar Negara
meletakkan pada fungsinya yang sebenarnya sebagai suatu Negara hukum dan
bukannya suatu Negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
2.5 Pembangunan
Politik
1.
Sejarah pembangunan politik di
indonesia
Pertama: institusional ideologis
yang di tandai dengan adanya ketetapan MPR yang menyatakan bahwa pembangunan
nasional merupakan pemgamalan pancasila dan pancasila merupakan satu satunya
azaz bagi sosial dan perkembangan kekuatan politik di indonesia.
Kedua: Institusional Konstitusi
yang di tandai dengan adanya ketetapan MPR tentang referendum. Disamping tetap
berlakunya ketetapan MPR No III/MPR/1978 tentang tata kerja hubungan lembaga
tinggi negara
Ketiga; Institusioanal
dinamika politik di tandai dengan ketentuan dalam TAP MPR No II/MPR/1983 demi
kelestarian dan pengamalan pancasila. Partai golkar benar benar harus menjadi
kekuatan sosial politik yang berazazkan pancasila
Sementara pada tahap keenam
adalah di arahkan pada terwujudnya tatanan kehidupan politik berdasarkan
demokrasi pancasila yang makin mampu menjaga berfungsinya lembaga politik dan
lembaga kemasyarakatan .
Perkembangan politik makin
meningkatkan kualitas pendidikan politik dan keteladanan dan kaderisasi politik
memantapkan etika politik yang berdasarkan pancasila meningkatkan peran serat
politik masyarakat berbangsa dan bernegara, Pada tahap ke enam penataan lembaga
di bidang politik menjadi fokus kajian starategisnya.
Perkembangan politik
Indoensia telah mengalami kemajuan terbukti untuk menjadi presiden hari ini telah
di batasi hanya bisa berturut turut selama dua periode atau sekitar 10 tahun.
Ini merupakan perkembangan politik yang luar biasa. Nah inilah yang selama orde
baru undang undang untuk membatasi jabatan politik tidak ada terbukti, Soeharto
dengan kenderaan politiknya golkar mampu berkuasa 32 tahun dengan lima kali
pemilu.
Perkembangan politik yang
telah mengalami kemajuan adalah Pengurangan jumlah Anggota DPR RI dari Fraksi
ABRI. Sebelumnaya yang terjadi adalah soeharto memainkan manufer politiknya
dengan cara memasukkan Fraksi ABRI ke kursi empuk tampak pemilihan artinya ada
banyak kursi yang di sediakan Soeharto Untuk ABRI tujuanya adalah untuk
melangengkan kekuasaanya.
Perkembangan Politik
selanjutnya dapat kita lihat adalah dipilihnya kepala daerah secara langsung
oleh rakyat. Walaupun masih banyak kekurangan ketika terjadinya Konflik di
bebrapa daerah. Namun yang jelas Konflik di negara yang belajar demokrasi itu
baiasa saja, yang jelas pilkada hampir sukses di seluruh Indonesia.
2.
Pengertian
pembangunan politik
Pembangunan Politik dalam konotasi GEOGRAFIS, berarti terjadi proses
perubahan politik pada negara-negara berkembang de dari proses perubahan secara
menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan
ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status
sosial dan aspek-aspek lainnya.
Pembangunan Politik dalam arti ngan
menggunakan konsep-konsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju.
Fenomena ini mengakibatkan timbulnya instabilisasi poltik yang memengaruhi
kapasitas sistem politik.
Pembangunan Politik dalam arti DERIVATIF, dimaksudkan bahwa
pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik
TELEOLOGIS, dimaksudkan sebagai proses perubahan
menuju pada suatu atau beberapa tujuan dari sistem politik, seperti stabilitas
politik, integrasi politik, demokrasi, stabilitas nasional.
3.
Pembangunan Politik Menurut Para Ahli
Menurut Gabriel
Almond Pembangunan politik adalah upaya mengembangkan kapasitas-kapasitas sistem
politik dengan menggunakan pendekatan pembangunan. Tujuannya adalah agar sistem
politik mampu memelihara dirinya sendiri.
Pembangunan Politik Menurut Lucian W. Pye yaitu :
1. Pembangunan
Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan Ekonomi
Pembangunan politik dipandang
sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan
ekonomi. Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan
ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi
oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan
politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan
politik sebagai kondisi kepolitikan (state polity) yang harus memfasilitasi
pertumbuhan ekonomi. Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih
mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi
yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) daripada memfasilitasi
(merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan
yang erat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara.
Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara,
namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan ukuran
keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seiring
modernisasi ternyata membawa konsekuensi berupa kesenjangan ekonomi yang
semakin lebar antara orang kaya dan orang miskin.
2. Pembangunan
Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri
Menurut pandangan ini, masyarakat
industri, baik yang demokratis maupun bukan, menciptakan standard-standard
(ukuran) tertentu mengenai tingkah laku dan prestasi politik yang dapat
menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang merupakan contoh dari
tujuan-tujuan pembangunan bagi setiap sistem politik lainnya.
3. Pembangunan
Politik sebagai Modernisasi Politik
Pandangan bahwa pembangunan
politik merupakan kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat
industri berhubungan erat dengan pandangan politik identik dengan modernisasi
politik. Pandangan ini mirip dengan konsep pembangunan politik sebagai
prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, yakni masih berkaitan dengan
prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme
dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan
yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah
dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai
ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini.
Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik
ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya
seperti parpol, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau
jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini,
karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya
sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan
banyak persoalan lokal yang muncul.
4. Pembangunan
Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa
Sudut pandang ini nasionalisme.
Dan ini merupakan prasyarat penting, tetapi masih kurang memadai untuk dapat
menjamin pelaksanaan pembangunan politik. Pembangunan politik meliputi
serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan nasionalisme menjadi semangat
kewarganegaraan, dan usaha pembentukan lembaga-lembaga negara yang dapat
menampung aspirasi-aspirasi (nasionalisme) masyarakat ke dalam kebijakan dan
program.
5. Pembangunan
Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum
Dalam membina masyarakat politik
yang harus didahulukan adalah tatanan hukum dan tatanan adminstrasi.
6. Pembangunan Politik
sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masyarakat
Pembangunan politik meliputi
perluasan partisipasi masyarakat. Proses partsipasi ini berarti penyebarluasan
proses pembuatan kebijakan. . Karena pembangunan politik adalah menyangkut
peran warganegara dalam bentuk kesetiaan barunya terhadap negara. Pemimpin dan
pengikut merasa pembangunan politik makin berkualitas dilihat dari tingkat
demonstrasi di seluruh negeri. Pembangunan politik memang menyangkut
partisipasi warganegara. Namun yang harus juga dipikirkan adalah bahaya adanya
emosionalisme warga negara yang diolah oleh demagog. Karenanya penting
menyeimbangkan gelora, sentimen warga negara dengan tertib politik. Inilah
proses demokrasi yang sesungguhnya
7. Partisipasi
Politik sebagai Pembinaan Demokrasi
Pandangan ini menyatakan bahwa
pembangunan politik seharusnya sama dengan pembentukan lembaga-lembaga dan
praktik-praktik demokrasi.
8. Pembangunan
Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur
Stabilitas dapat dihubungkan
dengan konsep pembangunan politik dalam arti bahwa setiap bentuk kemajuan
ekonomi dan sosial umumnya tergantung pada lingkungan yang lebih banyak
memiliki kepastian yang memungkinkan adanya perencanaan berdasar pada prediksi
yang cukup aman.
9. Pembangunan
Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan
Pandangan ini membawa kita pada
konsep bahwa sistem-sistem politik dapat dinilai dari sudut tingkat atau kadar
kekuasaan yang dapat dimobilisasi oleh sistem itu. Bila pembangunan politik
diartikan sebagai mobilisasi dan peningkatan kekuasaan dalam masyarakat,
dapatlah kita membedakan antara tujuan pembangunan dengan cir-ciri yang
biasanya dilekatkan pada pembangunan. Pengakuan bahwa sistem politik harus
bermanfaat bagi masyarakat membawa kita pada pemahaman soal kapabilitas sistem
politik. Kalau ada argumen bahwa demokrasi akan mengurangi efisiensi, berarti
tingkat efisiensi politik bisa diukur. Artinya lagi, sistem politik dapat
dievaluasi dari bagaimana kekuasaan absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang
tidak stabil akan beroperasi dengan margin kekuasaan yang rendah, dan para
pengambil keputusan adalah lembaga-Iembaga impotent untuk mampu mencapai
tujuan-tujuan politik.
10. Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses
Perubahan Sosial yang Multidimensi
Menurut pandangan ini, semua
bentuk pembangunan saling berkaitan. Pembangunan banyak persamaannya dengan
modernisasi, dan terjadi dalam konteks sejarah dimana pengaruh dari luar
masyarakat memengaruhi proses-proses perubahan sosial, persis sebagaimana
perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi, sistem politik dan tertib sosial
saling memengaruhi satu sama lain.
2.6 Konsep
Pembangunan Politik
Dalam studi pembangunan politik
sebelum menjelaskan definisi-defnisi pembangunan politik ada beberapa konsep
yang perlu di pahami, yaitu, perubahan, pembangunan dan modernisasi politik. Pembangunan dan modernisasi politik merupakan
perubahan politik, bukan sebaliknya (Ramlan Surbakti, 1992). Perubahan politik
dapat diartikan sebagai terjadinya perbedaan karakteristik dari suatu sistem
politik yang satu ke sistem politik lain. Misalnya dari sistem politik
oteoriter parlementer ke sistem politik demokrasi Pancasila. Persoalannya ialah
apakah perubahan itu bersifat progresif yaitu menuju situasi yang lebih baik
dari yang sebelumnya ataukah bersifat regresif yaitu menuju situasi yang lebih
buruk dari sebelumnya. Contohnya adalah Indonesia masa pemerintahan orde baru
yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang cenderung lebih
demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi. Disamping itu,
menurut Hungtinton dan Dominguez (dalam Afan Gaffar, 1989)
konsep pembangunan politik dikatakan mempunyai
konotasi secara geografis, derivatif, teologis dan fungsional:
1.
Pembangunan politik secara geografis
berarti proses perubahan politik pada neggara berkembang dengan menggunakan
konynsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju , seperti konsep mengenai
sosialisasi politik, komunikasi politik, dan sebagainya.
2.
Pembangunan politik secara derivatif
beratrti pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari
proses perubahan yang menyeluruh,meliputi modernisasi yang membawa konsekuensi
pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi,
peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek
lainnya.
3.
Pembangunan politik
secara teologis berarti proses perubahan menuju pada suatu atau beberapa tujuan
dari sistem politik. Tujuan tersebut meliputi stabilitas politik, integrasi
politik, demokrasi, partisipasi, mobilisasi dan sebagainya.
4.
Pembangunan politik
secara fungsional berarti suatu gerakan perubahan menuju sistem politik ideal
yang dikembangkan suatu negara untuk sistem politik demokrasi konstitusional.
2.7 Tahap-tahap pembangunan politik
1.
Politik Unifikasi Primitif
Dalam tahap ini suatu negara baru
memasuki masa kelahiran (anak-anak). Tujuan dan kepentingan penguasa begitu
beragam belum focus kepada satu tujuan misalnya kesejahteraan masyarakatnya.
Mereka masih disibukan dengan aktualisasi diri, bagaimana meningkatkan harga
diri, kekuasaan nasional, ekonomi, dan terutama bagaimana menciptakan persatuan
nasional. Sebab negara-negara yang mereka perintah belum stabil, masih sangat
terpecah-pecah, dan ini menghambat rencana pemerintah pusat.
Persoalan-persoalan yang timbul umumnya dihadapi dengan kekuatan militer.
2.
Politik Industrialisasi
Negara-negara yang memasuki tahap
politik industrialisasi biasanya sudah terdapat suatu kelas baru yang memegang
kekuasaan untuk membangun ekonomi suatu negara. Dalam membangun ekonominya negara-negara tersebut
memiliki acuan dari negara yang sudah maju lebih dulu. Karena itu mereka ada
yang menganut system demokrasi Barat (borjuis), pemerintahan komunis (Stalinis),
atau fasis.
Meskipun ketiga system tersebut memiliki perbedaan yang besar dan menyolok tetapi ketiganya menjadi cermin suatu bangsa memasuki tahapan industrialisasi.
Meskipun ketiga system tersebut memiliki perbedaan yang besar dan menyolok tetapi ketiganya menjadi cermin suatu bangsa memasuki tahapan industrialisasi.
3.
Politik Kesejahteraan Nasional
Politik kesejahteraan bangsa
merupakan politik bangsa-bangsa industri sepenuhnya, telah tumbuh usaha-usaha
timbal balik antara rakyat dengan pemerintah, dengan bentuk dan wujud yang
semakin sempurna. Kekuasaan negara tergantung kepada kemampuan rakyat biasa
untuk bekerja dan berjuang, dan rakyat bersama-sama dengan penguasa-penguasa
industri tergantung pada pemerintah nasional untuk melindungi mereka terhadap kerugian akibat depresi dan
kehancuran perang.
Pemerintah berkewajiban menetapkan
undang-undang kesejahteraan dan mendukung program-program kesehatan,
pendidikan, ketertiban sosial dan pengaturan syarat-syarat bekerja, serta
bertanggungjawab atas kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negara.
4. Politik
Berkelimpahan
Pada tahap ini dimulai suatu
revolusi industri baru, yaitu revolusi otomatisasi. Ancaman yang timbul adalah
pengangguran. Di sini fungsi utama pemerintah adalah memberikan dasar bagi
pengaturan dan pengorganisasian kembali struktur sosial yang baru dalam rangka
menciptakan damainya masyarakat pada tahap otomtisasi.
2.8 Ruang
Lingkup Pembangunan Politik
Dalam ruang lingkup pembangunan politik ini terbagi
dalam 10 katagori (Pembangunan sistem politik, Pembangunan ideologi politik,
Pembangunan komunikasi politik, Pembangunan sistem pemilihan umum, Pembangunan
partisipasi masyarakat, Pembangunan pers, Pembangunan aparat administrasi
pemerintahan sebagai penyelenggara politik, Pembangunan nasionalisme politik,
Pembanguna manajemen politik). Namun dalam pembahasan ini akan mengulas :
4.
Pembangunan sistem politik
Pembangunan sistem politik sesuai dengan
pedoman pancasila dan UUD 1945 yang mengembangkan sistem politik demokrasi
pancasila.Sistem politik demokrasi pancasila harus mampu melindungi dan
mengembangkan bidang politik indonesia,bidang sosial ,serta bidang ekonomi .
5.
Pembangunan ideologi politik
Di dalam mengusahakan pembangunan
Ideologi politik yang berdassarkan kepada Pancasila dan UUD 1945, maka
diperlukan adanya penganalisaan sehingga terdapat suatu peerbedaan yang jelas
antara Ideologoi Komunis dengan Ideologi Pancasila, dan antara Ideologi
Liberalisme dengan Ideologi Pancasila.
6.
Pembangunan nasionalisme politik
Arti nasionalisme dalam buku
Nationalism and History mengemukakan bahwa Nasionalisme ialah kesetiaan dari
pada setiap individu atau bangsa di tujukan kepada kepribadian bangsa.
Adapun fungsi nasionalisme menurut
Prof. Hertz yaitu untuk menyatukan seluruh kekuatan politik sosial, ekonomi dan
budaya dari pada suatu bangsa; Menghilangkan dominasi asing atau yang bersifat
asing di dala politik, sosial, ekonomi dan budaya; Mempertahankan keaslian dari
pada bangsa itu di dalam politik, sosial, ekonomi dan budaya dari pada bangsa
itu sendiri; Serta mengusahakan pengaruh di dunia Internasional.
2.9 Pola
Perubahan Politik di Indonesia
1.
Pemerintahan
Habibie.
a)
Di
awal masa pemerintahannya, Habibie menghadapi persoalan legitimasi yang cukup
serius. Untuk mengatasinya terjadilah perubahan politik oleh Habibie, di
antaranya :Membuat UU no.5/1998 mengenai Pengesahan Convention against Torture
and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment dan UU no.29/1999
mengenai Pengesahan Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination 1965.
b)
Mendorong ratifikasi empat konvensi
internasional dalam masalah hak-hak pekerja. Pembentukan Komnas Perempuan, dan
membangun legitimasi yang lebih besar dari masyarakat internasional untuk
mengkompensasi minimnya legitimasi dari kalangan domestic dengan demikian
dukungan internasional yang diperoleh melalui serangkaian kebijakan untuk
memberi image positif kepada dunia internasional memberi kontribusi positif
bagi keberlangsungan pemerintahan Habibie saat periode transisi menuju
demokrasi dimulai. Sehingga, Pemerintahan Habibie pula yang memberi pelajaran
penting bahwa kebijakan luar negeri, sebaliknya, juga dapat memberi dampak
negatif bagi kelangsungan pemerintahan transisi.
c)
Membentuk
Kabinet ReformasiPembangunan. Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah
menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
d)
Mengadakan
reformasi dalam bidang politik Habibie berusaha menciptakan politik yang
transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil,
membebaskantahananpolitik,dan mencabutl arangan berdirinya SerikatBuruh
Independen.Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat
diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998
tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
e)
Refomasi
Dalam bidang hokum Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak
hukum yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada
masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal
hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan
dengan penguasa.
f)
Mengatasi
masalah dwifungsi ABRI Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan
mengadakan reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara
bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan perhatian pada
pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan
untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier
di sipil. Stagnasi indonesia dan stabilitas keamanan sangat cendrung berubah
semenjak referendum tentang Timor-Timor. Legitimasi domestiknya semakin
tergerus karena beberapa hal, diantaranya :
Habibie
dianggap tidak mempunyai hak konstitusional untuk memberi opsi referendum di Timor Timur karena ia
dianggap sebagai presiden transisional. Kedua, kebijakan Habibie dalam isu
Timor Timur merusakan hubungan saling ketergantungan antara dirinya dan
Jenderal Wiranto, panglima TNI pada masa itu.
Habibie
kehilangan legitimasi baik dimata masyarakat internasional maupun domestik. Di
mata internasional, ia dinilai gagal mengontrol TNI, yang dalam
pernyataan-pernyataannya mendukung langkah presiden Habibie menawarkan
refendum, namun di lapangan mendukung milisi pro integrasi yang berujung pada
tindakan kekerasan di Timor Timur setelah referendum.
2.
Pemerintahan
Abdurrahman Wahid
Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi
power struggle yang intensif antara presiden Wahid dengan TNI sebagai akibat
dari usahanya untuk menerapkan kontrol sipil atas militer yang subyektif
sifatnya. Entry point yang digunakan oleh presiden Wahid adalah persoalan Timor
Timur. Komisi khusus yang dibentuk oleh PBB menyimpulkan bahwa kerusuhan di
Timor Timur setelah referendum 1999 direncanakan secara sistematis. Lebih jauh
Komisi tersebut menyatakan dengan jelas bahwa TNI dan milisi pro integrasi
merupakan dua pihak yang harus bertangung jawab. Pada akhirnya, keputusan untuk
memberhentikan Wiranto mendapat dukungan penting dari ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Akbar Tanjunng Patut diingat bahwa presiden Wahid secara terus menerus
menggunakan kredibilitasnya di dunia internasional sebagai tokoh pro-demokrasi
untuk mendapatkan dukungan atas berbagai kebijakannya mengenai TNI ataupun penanganan
kasus separatisme yang melibatkan TNI.
Dalam setiap kunjungan luar negeri yang
ekstensif selama masa pemerintahannya yang singkat, Abdurrahman Wahid secara
konstan mengangkat isu-isu domestik dalam pertemuannya dengan setiap kepala
negara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor Timur,
adalah soal integritas teritorial Indonesia seperti dalam kasus Aceh dan isu
perbaikan ekonomi.
Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid: Kebijakan-kebijakan pada masa GusDur dan perubahan politik:
Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid: Kebijakan-kebijakan pada masa GusDur dan perubahan politik:
Meneruskan
kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan
berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama,
memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
Merestrukturisasi
lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak
efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi
pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
Ingin
memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan
mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur. Masalah yang ada yaitu :
a.
Gus
Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
b.
Masalah
dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota DPR.
c.
Dekrit
Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta
pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, POLRI dan
partai politik serta masyarakat, sehingga dekrit tersebut malah mempercepat
jatuhnya Gusdur dari kepresidenan dan melalui siding istimewa 3 JUli 2001
beliau resmi berhenti sebagai persiden RI.
3.
Pemerintahan
Megawati Soekarno Putri
Megawati juga secara ekstensif melakukan
kunjungan ke luar negeri. Sebagai presiden, perubahan politik yang dilakukan
Megawati antara lain mengunjungi Rusia, Jepang, Malaysia, New York untuk
berpidato di depan Majelis Umum PBB, Rumania, Polandia, Hungaria, Bangladesh,
Mongolia, Vietnam, Tunisia, Libya, Cina dan juga Pakistan. Presiden Megawati
menuai kritik dalam berbagai kunjungannya tersebut, baik mengenai frekuensi
ataupun substansi dari berbagai lawatan tersebut. Diantaranya adalah
kontroversi pembelian pesawat tempur Sukhoi dan helikpoter dari Rusia yang
merupakan buah dari kunjungan Megawati ke Moskow.
Selain berbagai kunjungan formal tersebut, politik luar negeri Indonesia selama masa pemerintahan Megawati juga dipengaruhi beragam peristiwa nasional maupun internasional. Peristiwa serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pemboman di Bali 2002 dan hotel JW Marriott di Jakarta tahun 2003, penyerangan ke Irak yang dipimpin Amerika Serikat dan Ingrris dan juga operasi militer di Aceh untuk menghadapi GAM merupakan beberapa variabel yang mewarnai dinamika internal dan eksternal Indonesia.
Selain berbagai kunjungan formal tersebut, politik luar negeri Indonesia selama masa pemerintahan Megawati juga dipengaruhi beragam peristiwa nasional maupun internasional. Peristiwa serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pemboman di Bali 2002 dan hotel JW Marriott di Jakarta tahun 2003, penyerangan ke Irak yang dipimpin Amerika Serikat dan Ingrris dan juga operasi militer di Aceh untuk menghadapi GAM merupakan beberapa variabel yang mewarnai dinamika internal dan eksternal Indonesia.
Variabel tersebut membawa persoalan
turunan yang rumit. Misalnya, perang melawan terorisme di satu sisi
mengharuskan Indonesia untuk membuka diri dalam kerjasama internasional. Di
sisi lain, peristiwa ini juga menjadi isu besar mengenai perlindungan terhadap
kebebasan sipil di tengah proses demokratisasi, seiring dengan meningkatnya
kekhawatiran bahwa negara akan mendapatkan momentum untuk mengembalikan prinsip
security approach di dalam negeri.
Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa
diplomasi Indonesia kembali menjadi aktif pada masa pemerintahan Megawati.
Dalam pengertian bahwa pelaksanaan diplomasi di masa pemerintahan Megawati
kembali ditopang oleh struktur yang memadai dan substansi yang cukup. Di masa
pemerintahan Megawati, Departemen Luar Negeri (Deplu) sebagai ujung tombak
diplomasi Indonesia telah melakukan restrukturisasi yang ditujukan untuk
mendekatkan faktor internasional dan faktor domestik dalam mengelola diplomasi.
Artinya, Deplu memahami bahwa diplomasi tidak lagi hanya dipahami dalam
kerangka memproyeksikan kepentingan nasional Indonesia keluar, tetapi juga
kemampuan untuk mengkomunikasikan perkembangan dunia luar ke dalam negeri. Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati yaitu :
Memilih dan Menetapkan Ditempuh dengan
meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan.
Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia
internasional berkurang.
Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan
MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
Menjaga keutuhan NKRI Setiap usaha yang
mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso.
Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur
dari RI.
MelanjutkanamandemenUUD1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
Meluruskan otonomi daerah Keluarnya UU
tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pelaksanaan
otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap
daerah-daerah.
Masalah
yang terjadi pada masa pemerintahan megawati yaitu antara indonesia dengan
malaysia peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan. Dan ini
yang terjadi terhadap struktur kepemilikan wilayah indonesia.
4.
Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono.
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
Anggaran
pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
Konversi
minyak tanah kegas.
Memberikan
BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Pembayaran
utang secara bertahap kepada badan PBB.
Buy
back saham BUMN Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil. Subsidi
BBM.
Memudahkan
investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Meningkatkan
sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
Pemberian
bibit unggul pada petani.
Pemberantasan
korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada pada pemerintahan SBY yaitu:
a)
Masalah
pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak
tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
b)
Penanganan
bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak
profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi
begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan.
Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang
saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu,
pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
c)
Masalah
kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan
berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK
yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan
kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu,
ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
d)
Masalah
politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan
pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum
menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat melainkan
untuk kekuatan kelompok.
e)
Masalah
korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan
yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor
perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap
upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
f)
Masalah
politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan
Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur
Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit
bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam
masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps
Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan
semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan
lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpuan
Paradigma adalah cara orang melihat diri mereka
sendiri dan lingkungan yang akan mempengaruhi
pemikiran (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (konatif). Paradigma juga
dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai-nilai, dan praktik yang
diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,
khususnya, disiplin intelektual.
Sedangkan Paradigma pembangunan
adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan
dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses
maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan
kesejahteraan rakyat
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan
nasional kita harus mnedasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila.
Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar
ontologis manusia sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada
kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi
(persekutuan hidup) manusia. Oleh kerena itu negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudka
Pembangunan politik adalah upaya
mengembangkan kapasitas-kapasitas sistem politik dengan menggunakan pendekatan
pembangunan. Tujuannya adalah agar sistem politik mampu memelihara dirinya
sendiri.
konsep pembangunan politik dikatakan mempunyai
konotasi secara geografis, derivatif, teologis dan fungsional terdiri dari Pembangunan (1) politik secara
geografis, (2) Pembangunan politik secara,(3) Pembangunan politik secara teologis, (4) Pembangunan politik
secara fungsional.sedangkan
pada Tahap-tahap pembangunan politik dalam mengembangkan politiknnya yaitu:
Politik Unifikasi Primitif, Politik Industrialisasi, Politik Kesejahteraan
Nasional, Politik Berkelimpahan
Pada proses perkembangan selanjutnya, pembangunan politik memiliki ruang
lingkup yang sangat luas,antara lain: pembangunan sistem politik, pembangunan
ideologi politik, pembangunan komunikasi politik, pembangunan sistem pemilihan
umum, pembangunan partisipasi masyarakat, pembangunan pers, pembangunan aparat
administrasi pemerintahan sebagai penyelenggara politik, pembangunan
nasionalisme politik, dan pembanguna manajemen politik.Hal ini menandakan bahwa
pembanguan politik di indonesia masa
pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berubah ke masa reformasi yang
cenderung lebih demokratis, dimana kedaulatan rakyat lebih dijunjung tinggi.
pada Pola Perubahan Politik di Indonesia sangat
berbeda pada tiap-tiap masing-masing pemimpin menerapkan Kebijakan-kebijakan
politik pada tiap masa ini dilihat mulai dari pemerintahan Habibie sampai pada
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
3.2
Saran
Untuk menciptakan
negara yang maju pada proses pembangunan pemimpin harus memahami apa yang
sebagaimana terkandung pada pancasila serta
bagaimana cara pandang terhadap suatu persoalan
pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti
pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai
peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat serta upaya mengembangkan kapasitas-kapasitas
sistem politik dengan menggunakan pendekatan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Sryono. 2001. Ekonomi Politik Pembangunan dalam Perspektif
Teori Ilmu Sosial. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Aldi Helmi Putra. 2013. http://ardihelmi14.blogspot.co.id/2013/12/perkembangan-
paradigma-pembangunan.html.(Diakses pada 28 Januari 2016).
Alkostar,
Artidjo dan M.sholeh Amin. 1986. Pembanguna Hukum dalam Prospektif Politik Hukum
Nasional, Jakarta : CV Rajawali.
Anonim. 2015 http://www.kitapunya.net/2015/09/pancasila-sebagai-paradigma-pembangun
an.html.(Diakses pada 28 Januari 2016) .
anas
khoirur roziqin. 2013 http://khoiruranas17.blogspot.co.id/2013/11/pembangunan-politik.html.(Diakses pada 28 Januari 2016).
Budiardjo, Miriam. Prof. 2008. Dasar-Dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Elanurlaela. 2011 http://elanurlaela.blogspot.com/2011/03/pengertian-paradigma.html. (Diak ses pada 28 Januari 2016).
Kaelan. 2010Pendidikan Pancasila,
Yogyakarta: Paradigma.
Kantaprawira,
Rusadi.1988. Sistem Politik Indonesia, Bandung :
Sianr Baru Offset
Maun. 2013 http://tershareforall.blogspot.co.id/2013/11/tahap-tahap-pembangunan politik .html\.(Diakses pada 28 Januari 2016).
Rochimudin. 2015 http://belajarnegara.blogspot.co.id/2013/04/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan.html.(Diakses pada 28 Januari 2016)
Sudarsono,
Juwono.1982. Pembangunan Politik dan Perubahan Politik. Jakarta: PT Gramedia
Jakarta.
Tjokrowinoto, M. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yahya
Muhaimin, dan Colin McAndrews.1995. Masalah-masalah Pembangunan Politik. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.